Saddha
1. PUJA BAKTI
Bakti
adalah rasa hormat, tunduk, setia kepada orang (obyek puja) yang patut untuk
dihormati (misal: orang tua, guru, ketua adat, rohaniwan, Buddha, Dhamma, Saṅgha,
dan senagainya).
Puja
bakti adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan
penghormatan terhadap obyek puja (orang yang patut menerima penghormatan).
Sikap
dalam menghormat:
a.
Anjali : merangkapkan kedua tangan di depan
dada
b.
Namakkhara : sikap menghormat/sujud dengan lima titik menyentuh lantai
c.
Pradaksina/padakkhina : berjalan searah jarum jam mengeilingi
obyek puja sebanyak tiga kali
d.
Utthana : berdiri menyambut. Contoh: ketika kita
sedang duduk dan ada Bhikkhu atau orang yang dihormati sedang lewat, kita segera berdiri dari tempat
duduk.
e.
Samicchikamma : melakukan hal-hal yang perlu dilakukan tanpa
menunggu perintah (contoh: memungut sampah dan membuangnya di tempat sampah
walaupun tidak disuruh, dan sebagainya).
Patha adalah syair/kalimat yang diucapkan dalam melakukan puja
Namo
Buddhaya: salam umat Buddha, biasa dipergunakan bila bertemu dengan rekan se-Dhamma
Namo
Buddhaya berarti ‘terpujilah para Buddha’.
Namakkhara
Gatha terdiri dari:
Arahaṁ
sammāsambuddho bhagavā, buddhaṁ bhagavantaṁ abhivādemi
(Sang
Bhagava yang maha suci, yang telah mencapai penerangan sempurna, aku bersujud
dihadapan Sang Buddha, Sang Bhagava)
Svākkhāto
bhagavatā Dhammo, Dhammaṁ namassāmi
(Dhamma
telah sempurna dibabarkan oleh Sang Bhagava, aku bersujud di hadapan Dhamma)
Supaṭipanno
bhagavato sāvaka saṅgho, saṅghaṁ namāmi
(Saṅgha
siswa Sang Bhagava bertindak sempurna, aku bersujud dihadapan Saṅgha).
Pada akhir kebhaktian, diucapkan ‘Sabbe
sattā bhavantu sukhitātā’ yang berarti Semoga semua makhluk berbahagia.
Sebagai jawabannya, kita mengucapkan ‘Sādhu’
sebanyak tiga kali yang berarti “Semogalah”. Dalam kebaktian juga dibacakan Paritta yang bertujuan untuk melindungi
pikiran kita dari pengaruh-pengaruh buruk. Secara harafiah paritta berarti perlindungan. Paritta yang dijadikan
pedoman umat awam/biasa adalah Paritta Pancasila
yang berisi lima tekad latihan umat Buddha untuk mengendalikan diri menghindari
pembunuhan, pencurian, perbuatan asusila, berbohong dan mabuk-mabukan.
Sedangkan Paritta yang digunakan untuk menyatakan tekad berlindung kepada
Buddha, Dhamma, Sangha adalah paritta Tisarana.
Untuk merenungkan sifat-sifat luhur Sang Buddha dibacakan paritta Buddhānussati, untuk merenungkan sifat-sifat
luhur Dhamma Sang Buddha dibacakan paritta Dhammānussati
dan untuk merenungkan sifat luhur dari Saṅgha dibacakan paritta Saṅghanussati. Jika kita ingin memuji
terhadap keluhuran Sang Buddha kita dapat memanjatkan paritta Vandana sebanyak tiga kali.
2. HAKEKAT
KETUHANAN YANG MAHA ESA DALAM AGAMA BUDDHA
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha dipandang sebagai Yang Mutlak
dan Tanpa Aku, tidak dapat dipersonifikasikan (digambarkan seperti
orang/manusia), tidak dapat dilukiskan, dijadikan seperti manusia (non-personifikasi).
Hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa hanya dapat dicapai dengan pandangan terang dan
diwujudkan pada tingkat-tingkat kesucian. Dalam pandangan agama Buddha, tidak
dibahas Tuhan sebagai Maha Pengasih, Maha Tahu, Maha Adil, dan sebagainya,
karena bila digambarkan seperti manusia akan menjadi tidak tepat.
Konsep
Ketuhanan ini termuat dalam Kitab Udana
VIII:3 (bagian dari Sutta Pitaka)
Umat
Buddha mempunyai suatu keyakinan berdasarkan pada pengertian benar, bukan
sekedar percaya. Umat Buddha diberikan kesempatan untuk datang, melihat,
meneliti, dan membuktikan sendiri (EHIPASSIKO). Hal ini dijelaskan Sang Buddha
dalam Kalama Sutta, yaitu kotbah
Sang Buddha kepada Suku Kalama, yang ragu-ragu dan bingung karena banyak guru
spiritual yang memberikan ajaran yang menarik, tetapi dengan konsep yang
berbeda-beda.
3.
KITAB SUCI AGAMA BUDDHA
Kitab
suci agama Buddha disebut Tipitaka (Pali)/Tripitaka (Sansekerta) yang baerati
tiga keranjang/tiga kelompok, terdiri dari:
1.
Vinaya Pitaka memuat tentang peraturan
dan tata tertib para Bhikhhu dan Bhikkhuni
Bhikkhu adalah umat Buddha yang bertekad menjalankan Dhamma dan Vinaya
dengan meninggalkan kesenangan duniawi (menjadi pertapa, hidup sederhana).
Seorang Bhikkhu wajib menjalankan peraturan kebhikkhuan sejumlah 227 (Patimokkha Sila). Sedangkan untuk Bhikkhuni
berjumlah 311 peraturan. Sebelum menjadi bhikkhu harus menjalani kehidupan
sebagai Samanera (pertapa kecil) yang melaksanakan 10 sila wajib (Dasasila) dan 75 Sila (sekkhiyavattha
75). Samanera biasa disebut sebagai Calon Bhikkhu. Untuk calon Bhikkhuni
disebut Samaneri. Umat awam mempunyai peraturan yang wajib dilaksanakan
berjumlah 5 yaitu Pancasila Buddhis.
Umat Buddha laki-laki yang menyatakan berlindung pada Tiratana dan melaksanakan
Lima Sila dalam hidupnya disebut Upāsakha,
untuk perempuan disebut Upāsikha.
Untuk Pandita mempunyai 8 Sila (peraturan) yang disebut Atthasila. Pandita mempunyai tugas untuk membimbing dan mempimpin
upacara-upacara keagamaan.
2.
Sutta Pitaka memuat tentang
kotbah-kotbah yang disampaikan oleh Sang Buddha dan para siswanya. Terbagi
dalam 5 Nikāya
yaitu Dīgha Nikāya, Majjhima Nikāya, Saṁyutta Nikāya, Aṅguttara
Nikāya, dan Kuddhaka Nikāya.
3.
Abhidhamma Pitaka memuat tentang
uraian Dhamma terperinci yang disusun secara analisis dan mencakup berbagai
bidang kehidupan seperti, psikologi, logika, etika dll.
2.
TEMPAT IBADAH AGAMA BUDDHA
Tempat
Ibadah agama Buddha disebut Vihara.
Sedangkan yang lebih kecil dari vihara disebut Cetiya. Dalam suatu vihara terdapat bangunan yang digunakan khusus
untuk melakukan kebhaktian disebut Bhaktisala,
dan ruang yang digunakan khusus untuk membabarkan Dhamma disebut Dhammasala. Akan tetapi kebanyakan
ruang Bhaktisala dan Dhammasala menjadi satu tempat.
3.
SARANA UPACARA
Altar:
meja sembahyang tempat meletakkan amissa puja (persembahan yang berupa benda.materi)
terdiri dari:
Air mempunyai
arti sebagai kesucian, sumber hidup, membersihkan noda, mudah beradaptasi,
menunjukkan sikap rendah hati, menyimpan tenaga yang dasyat.
Lilin mempunyai
arti sebagai sumber penerangan, berkorban untuk mengusir kegelapan
Dupa/hio melambangkan
harumnya kebajikan seseorang yang akan bertebaran ke seluruh penjuru mata
angin.
Buah melambangkan
hasil dari suatu perbuatan, juga sebagai ungkapan rasa terima kasih
Rupang Buddha/Bodhisatva sebagai obyek puja atau obyek Bhavana, juga
sebagai simbol untuk mengenang kebajikan yang telah diperbuat untuk umat
manusia.
4.
HARI RAYA AGAMA BUDDHA
1.
Hari Raya Magha Puja (Februari-Maret)
memperingati tentang:
a.
berkumpulnya 1250 bhikkhu yang
semuanya mencapai tingkat kesucian Arahat
b.
semua Arahat tersebut ditasbihkan
oleh Sang Buddha sendiri dengan “Ehi Bhikkhu Upasampada
c.
ke –1250 Arahat datang tanpa
perjanjian dan persetujuan terlebih dahulu
d.
dibabarkannya Ovada Patimokkha
sebagai Inti ajaran para Buddha yaitu : “Janganlah melakukan kejahatan,
perbanyaklah perbuatan baik, sucikan hati dan pikiran, inilah ajaran para
Buddha”
2.
Hari Raya Waisak (Mei-Juni). Sebagai
hari libur Nasional yang memperingati tiga peristiwa penting yaitu :
a.
Lahirnya Bodhisatva Sidharta di Taman
Lumbini di bulan purnama sidhi (623 SM)
b.
Bodhisatva Sidharta mencapai
penerangan sempurna di hutan Gaya
c.
Sang Buddha mencapai Parinibbana di
kusinara (usia 80 tahun)
3.
Hari Raya Asadha (Juli-Agustus) memperingati tentang:
a.
Kotbah pemuratan roda Dhamma yang
pertama (Dhammacakkapavatana Sutta)
b.
Terbentuknya Saṅgha (pasamuan bhikkhu) yang pertama.
c.
Terpenuhinya Tiratana (Buddha,
Dhamma, Saṅgha)
4.
Hari Raya Kathina (Oktober-Nopember)
merupakan hari bakti umat Buddha kepada Saṅgha (para bhikkhu) dengan memberikan persembahan dana
kepada Saṅgha. Terdapat
empat macam kebutuhan pokok seorang Bhikkhu yaitu: makanan, tempat tinggal,
obat-obatan dan jubah. Keempat kebutuhan ini disebut Catupaccaya.
1.
Buddha Rupang, Bunga, Lilin, Air,
Dupa
a.
Buddha Rupang.
Simbol dari ketenangan batin seseorang.
Buddha rupang bukan berhala yang
harus disembah oleh umat Buddha, namun Buddha rupang adalah simbol dari
ketenangan batin.
b.
Bunga.
Simbol dari ketidak-kekalan. Bunga segar
yang diletakkan di altar setelah berganti waktu dan hari akan menjadi layu.
Begitu pula dengan badan jasmani kita, suatu waktu kelak pasti akan menjadi
tua, sakit, lapuk akhirnya meninggal.
c.
Lilin.
Simbol dari cahaya atau penerangan batin
yang akan melenyapkan kegelapan batin dan mengusir ketidaktahuan (avijja)
d.
Air
Simbol dari kerendahan hati. Dikatakan
demikian karena air selalu mencari tempat yang lebih rendah dimanapun mengalir.
Sifat air adalah:
¨
Dapat membersihkan noda
¨
Menjadi sumber kehidupan makhluk
¨
Dapat menyesuaikan diri dengan semua
keadaan
¨
Selalu mencari tempat yang lebih
rendah
¨
Meskipun kelihatannya lemah, tetapi
dalam keadaan tertentu dapat bangkit menjadi tempat yang dahsyat (misal banjir,
sunami, dll)
e.
Dupa.
Simbol dari keharuman nama baik seseorang. Bau wangi
dupa yang dibawa angin akan tercium di tempat yang jauh, namum tidak dapat
tercium di tempat yang berlawanan dengan arah angin. Begitu juga dengan
perbuatan manusia yang baik akan diketahui oleh banyak orang, tetapi perbuatan
tidak baik dimanapun berada juga akan diketahui oleh orang lain.
2.
Bendera Buddhis, terdiri dari lima
warna, antara lain:
¨
Biru artinya bhakti
¨
Kuning artinya bijaksana
¨
Merah artinya cinta kasih
¨
Putih artinya suci
¨
Jingga/Orange artinya semangat
Bendera Buddhis berasal dari aura yang dipancarkan
dari tubuh Buddha, baik yang melingkar dibelakang kepala maupun yang
menyelubungi tubuhnya. Aura tubuh Buddha dalam bahasa pali disebut Buddharasmi
atau Byamappabha. Aura Buddha terdiri dari 6 macam, yaitu: Biru (Nila), Kuning
(Pita), Merah (Lohita), Putih (Odata), Jingga/orange(Manjettha), campuran
(pabhasura). Aura tubuh Buddha muncul pertama kali setelah mencapai penerangan
sempurna di hutan Uruvela pada tahun 588 SM, ketika itu beliau berusia 35
tahun. Belakangan warna aura tubuh Buddha tersebut dijadikan sebagai Bendera
Buddhis oleh J.R. De Silva dan Kolonel H.S.Olcott untuk menandakan kebangkitan
kembali agama Buddha di Ceylon.
3.
Stupa
Pada
mulanya merupakan gundukan peringatan berbentuk setengan bola. Belakangan,
gundukan ini menjadi monumen yang dikeramatkan. Menurut legenda bentuk tersebut
berasal dari petunjuk Buddha Sakyamuni yang memperlihatkan kepada siswanya
bagaimana cara membangun stupa dengan benar. Dalam legenda ini, Buddha
mengambil tiga lembar jubahnya, melipatnya hingga membentuk bujur sangkar, lalu
diletakkan diatas tanah saling bertumpuk
satu sama lain. Di atasnya diletakkan mangkuk (patha/bowl) secara terbalik dan
diatasnya lagi diletakkan tongkat yang biasanya dibawa berkelana. Oleh karena
itu stupa biasanya berbentuk tiga tingkat, yaitul: tingkat dasar berbentuk
trapezoid, bagian tengah berbentuk setengah bola, bagian atas berbentuk
kerucut.
4.
Dhammacakka
Secara harfiah artinya roda dhamma, bentuknya bulat dan didalamnya
terdapat jari-jari berjumlah
Delapan buah, yang melambangkan jalan mulia berunsur delapan, yang
terdiri dari:
a.
Pandangan benar: pandangan terhadap
empat kesunyataan mulia
b.
Pikiran benar: pikiran terhadap
segala sesuatu yang bersifat positif
c.
Ucapan benar: perkataan yang bermakna
dan tidak menyakiti orang lain
Syarat ucapan
disebut benar adalah:
¨
Ucapan itu benar
¨
Ucapan itu bermanfaat
¨
Ucapan itu beralasan
¨
Ucapan itu tepat pada waktunya.
d.
Perbuatan benar: suatu tindakan yang
tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain
e.
Mata Pencaharian benar: melalukan
kegiatan yang positif yang membawa kebahagiaan
Ada lima maca mata pencaharian/perdagangan
yang sebaiknya dihindari oleh umat Buddha, yaitu:
¨
Berdagang manusia untuk dijadikan
budak
¨
Berdagang senjata tajam
¨
Berdagang binatang buas (harimau,
kucing, anjing, ular, dll)
¨
Berdagang racun
¨
Berdagang obat-obatan terlarang
f.
Usaha benar: berusaha mengembangkan
segala sesuatu yang positif demi kemajuan batin
Perhatian
benar: mengendalikan gerak gerik prilaku diri sendiri secara wajar
g.
Konsentrasi benar: memusatkan pikiran
pada obyek
5.
Relik
Relik adalah peninggalan khusus dari jenazah seseorang
yang dipandang suci. Peninggalan khusus ini biasanya berupa potongan kuku,
rambut, abu jenazah, gigi, tulang, atau benda tertentu yang terdapat dalam
tubuh setelah dikremasi. Pemujaan terhadap relik mulai sejak kematian Buddha
Gautama setelah abu jenazahnya dibagi menjadi sepuluh bagian dan disimpan dalam
stupa yang didirikan di sepuluh negara. Sebagai contoh relik gigi Sang Buddha
saat ini disimpan di vihara Dalada Valigwa, dekat kandy Srilanka, sedangkan
relik Sariputta dan Mogallana disimpan di Sanci, India.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar