A.
PENGERTIAN SILA
1. Sila
adalah etika atau moral yang dilakukan berdasarkankehendak atau cetana. Etika berasal dari bahasa Yunani
yaitu “ETHOS” yang artinya “kebiasaan atau adat”.
2.
Oleh
karena itu etika sering dijelaskan sebagai moral. Dalam pandangan Buddhis sila
memiliki banyak arti antara lain: norma (kaidah), peraturan, perintah, sikap,
keadaan, perilaku, sopan santun, dan sebagainya.
3.
Sila
pertama kali diajarkan sang Buddha kepada lima orang pertapa ketika
menyampaikan khotbah pertama di Taman Rusa Isipatana.
4.
Dalam
khotbah tersebut dijelaskan tentang jalan menuju lenyapnya dukkha, yang
dinamakan jalan mulia berunsur delapan atau jalan tengah.
5.
Dalam
jalan mulia berunsur delapan, sila
memiliki kelompok Ucapan benar, Perbuatan benar dan Mata Pencaharian benar.
Sila merupakan dasar yang paling utama dalam pengamalan kehidupan beragama.
6.
Dengan
memiliki agama merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mencapai
kehidupan yang luhur. Hal tersebut disampaikan dalam Kitab Saṁyutta Nikaya V, 143, antara lain: “Apakah permulaan dari
batin yang luhur? Sila yang sempurna“.
B.
CIRI, FUNGSI, WUJUD, DAN SEBAB
TERDEKAT DARI SILA
1.
Ciri
Sila adalah ketertiban dan ketenangan
2.
Fungsi
Sila adalah untuk menghancurkan yang salah dan menjaga agar orang tetap tidak
bersalah
3.
Wujud
Sila adalah kesucian
4.
Sebab
terdekat Sila adalah Hiri dan Ottapa; hiri adalah perasaan malu untuk berbuat
jahat atau kesalahan, sedangkan Ottapa adalah perasaan takut akan akibat dari
perbuatan jahat. Hiri dan Ottapa disebut pelindung dunia.
C.
PEMBAGIAN SILA
1.
Sila
menurut jenisnya terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Pakati Sila, artinya sila alamiah
(sila yang tidak dibuat oleh manusia). Contohnya hukum tertib kosmis
(utu-niyama, bija-niyama, kamma-niyama, dhamma-niyama, dan citta-niyama).
b. Paññati Sila, adalah sila yang dibuat
oleh manusia berdasarkan kesepakatan atas dasar tujuan tertentu. Contoh:
peraturan kebhikkhuan, adat istiadat, peraturan Negara, dan lain-lain.
2.
Sila
menurut pelaksanaannya terdiri dari 3 macam, yaitu:
a.
Sikkhapada
sila yaitu melakukan latihan pengendalian diri
b.
Carita
sila yaitu sila dalam aspek positif (mengembangkan 10 perbuatan baik)
c.
Varita sila yaitu sila dalam aspek negatif (10
karma buruk).
3.
Sila
menurut jumlah latihannya terdiri dari 3 macam, yaitu:
a. Cula Sila, adalah cara pengendalian
diri dari segala perbuatan dan ucapan yang tidak baik. Disebut Cula Sila karena
jumlah sila tersebut paling sedikit yaitu lima sila yang dilaksanakan oleh umat
biasa atau upasaka dan upasika.
b. Majjhima Sila, adalah sila yang
sedang dalam jumlah peraturan. Sila ini terdiri dari sepuluh latihan (Dasasila)
dilaksanakan oleh samanera.
c. Maha Sila, adalah sila yang
banyak/berat dalam jumlah peraturan. Sila ini disebut Patimokkhasila
dilaksanakan oleh para bhikkhu berjumlah 227 latihan dan bhikkhuni berjumlah 311
latihan.
4.
Sila
menurut jenis orang yang melaksanakan terdiri dari 3 macam, yaitu:
a. Sila upasaka-upasika, adalah
pancasila Buddhis. Bila kelima sila ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
maka akan memiliki 5 macam kekayaan, antara lain:
·
Keyakinan
terhadap Triratna dan diri sendiri
·
Kemurnian
sila dan pelaksanaannya
·
Keyakinan
terhadap hukum karma
·
Mencari
kebaikan di dalam dhamma
·
Berbuat
baik sesuai dengan dhamma
b. Sila bagi Samanera-samaneri, adalah
majjhima sila (sila menengah). Untuk aliran Theravada melaksanakan 10 sila dan
75 sekhiya. Untuk aliran Mahayana melaksanakan 10 sila dan 100 siksakaranya.
c. Sila para bhikkhu dan bhikkhuni
disebut patimokkhasila atau panita sila (sila yang tinggi). Sila bagi bhikkhu
Theravada berjumlah 227 sila, bhikkhuni 311 sila. Khusus sila bagi para
bhikkhuni Theravada telah dihapuskan sejak tahun 1257 m karena dalam aliran
Theravada tidak ada lagi sangha bhikkhuni. Sila bagi bhikkhu Mahayana berjumlah
250 sila dan bhikkhuni 348 sila.
D.
DASA
PUÑÑAKIRIYAVATTHU ( 10 cara
berbuat kebajikan/jasa) dan
DASA
AKUSALAKAMMA (10 perbuatan jahat)
Dasa Puññakiriyavatthu
|
Dasa Akusalakamma
|
||
a. Dana
b. Sila
c. Bhavana
d. Apacayana
e. Veyyavacca
f.
Pattidana
g. Pattanumodana
h. Dhammasavana
i.
Dhammadesana
j.
Ditthujukkama
|
Idem
Idem
Bermeditasi
membersihkan kekotoran batin
Berendah
hati dan hormat
Berbakti dan
bersemangat melakukan hal-hal yang patut dilakukan
Suka membagi
kebahagiaan kepada orang lain
Bersimpati
terhadap kebahagiaan orang lain
Mempelajari
dan rajin mendengarkan Dhamma
Menyebarkan
dan menerangkan dhamma
Berpandangan
hidup yang benar
|
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
|
Lobha (Keserakahan)
Dosa (Kebencian)
Moha (Kebodohan)
Membunuh
Mencuri
Berzinah/berbuat tidak senonoh
Berdusta
Berbicara kasar/menghina
Berbicara keburukan orang lain
Omong kosong (dilak. Oleh ucapan)
|
PANCASILA BUDDHIS
1.
Pancasila
adalah lima latihan kemoralan yang wajib dilaksanakan oleh kita (umat Buddha)
semua dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila (Lima latihan kemoralan) terdiri
dari:
1)
Pānātipātā Veraman,i artinya melatih diri
menghindari pembunuhan.
2)
Adinnādānā Veramani, artinya melatih diri
menghindari mengambil barang yang tidak diberikan (mencuri).
3)
Kāmesumicchācārā Veramani, artinya melatih diri menghindari
berbuat asusila (berhubungan kelamin yang bukan sebagai suami/istri).
4)
Musāvādā Veramani, artinya melatih diri
menghindari berbohong, berkata kasar, memfitnah, dan omong kosong.
5)
Surāmerayamajjapamādatthānā Veramani, artinya melatih diri
menghindari mengkonsumsi makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya
kesadaran (mabuk-mabukan).
2.
Syarat
terjadinya pelanggaran lima sila:
a.
Syarat
terjadinya pembunuhan adalah: adanya makhluk hidup, tahu bahwa makhluk itu
hidup, ada niat/kehendak untuk membunuh, ada usaha untuk membunuh, makhluk
tersebut mati/lenyap.
b.
Syarat
terjadinya pencurian adalah: adanya barang, tahu bahwa barang itu milik orang lain,
ada niat/kehendak untuk mengambil, ada usaha, barang tersebut berpindah tempat.
c.
Syarat
terjadinya perbuatan asusila adalah: ada obyek, ada niat untuk melakukan, ada
usaha melakukan, berhasil melakukan.
d.
Syarat
terjadinya berkata kasar/berbohong/memfitnah/omong kosong adalah: ada hal yang
tidak benar, ada niat untuk menyampaikan, ada usaha, ada orang lain yang
mendengar.
e.
Syarat
terjadinya pelanggaran sila kelima adalah: adanya barang yang memabukkan,
mempunyai niat untuk meminum, melakukan usaha untuk minum, barang tersebut
termakan/terminum.
3.
Akibat
Pelanggaran Pancasila:
a. Akibat buruk dari membunuh yaitu:
umur pendek, sering sakit-sakitan, selalu bersedih karena berpisah dengan yang
dicintai, selalu ketakutan
b. Akibat buruk dari mencuri yaitu:
kemiskinan, penderitaan, kekecewaan, hidupnya bergantung pada orang lain
c. Akibat berbuat asusila yaitu:
mempunyai banyak musuh, mendapat suami atau istri yang tidak diinginkan, lahir
dengan keadaan biologis yang tidak sempurna, menjadi waria
d. Akibat ucapan tidak benar:
·
Berbohong
yaitu: menjadi sasaran fitnah dan cacimakian, tidak dipercaya,mulut berbau
·
Akibat
memfitnah: pecahnya persahabatan tanpa sebab
·
Akibat
berkata kasar: dibenci pihak lain walaupun tidak mutlak salah, memiliki suara
parau
·
Akibat
bergunjing adalah: tidak dipercaya orang lain
e. Akibat Minum-minuman yang memabukkan:
kecerdasan menurun, menjadi orang bodoh, menjadi gila.
MANFAAT PELAKSANAAN SILA
1.
Manfaat
sila bagi perumah tangga sesuai dengan kotbah sang Buddha dalam Maha
Parinibbana Sutta adalah:
· Memiliki banyak harta kekayaan
· Nama dan kemasyurannya akan bertambah
luas
· Menghadiri pertemuan tanpa ketakutan
dan keragu-raguan
· Sewaktu akan meninggal hatinya tenang
· Penyebab terlahir di alam surga
2.
Tujuan
tertinggi melaksanakan sila adalah untuk mencapai Nibbana. Nibbana tidak sama
dengan surga. Bedanya: Surga adalah tempat berdiamnya makhluk yang menerima
akibat perbuatan baiknya.
3.
Nibbana
adalah keadaan dimana suatu makhluk terbebas dari kilesa (kekotoran batin).
4.
Hubungan
dhamma dan vinaya sangat erat, karena mengajar dhamma tanpa vinaya sama artinya
mengajarkan jalan tanpa menunjukkan bagaimana cara memulai dan menempuhnya.
5.
Pahala
melaksanakan sila:
·
Bebas
dari penyesalan
·
Bebas
dari penyesalan menimbulkan kebahagiaan
·
Kebahagiaan
menimbulkan kegembiraan
·
Kegembiraan
dapat menimbulkan kegiuran (piti)
·
Kegiuran
dapat menimbulkan ketenangan (passadi)
·
Ketenangan
akan menimbulkan pemusatan pikiran (ekaggata)
·
Pemusatan
akan menimbulkan pengetahuan (anulomañana)
·
Pengetahuan
akan mendorong untuk mencari kebenaran (muncitukamyata ñana)
·
Usaha
untuk mencari kebenaran akan mendapatkan pengetahuan tentang kebebasan (nibbana
ñana)
·
Pengetahuan
tentang kebebasan akan membawa orang kepada kebebasan (nibbana).
PANCADHARMA
Jika Pancasila bersifat bersifat pasif maka pancadharma
bersifat aktif. Sifat aktif inilah yang membuat pancadharma disebut
kalyanadharma yaitu memuliyakan seseorang yang mempraktekkannya.
1.
Metta-Karuna,
adalah cinta kasih dan belas kasihan terhadap semua makhluk. Kalau seseorang
dapat melaksanakan metta-karuna dengan baik, maka ia akan dapat menghindari
pembunuhan makhluk hidup, sehingga sila pertama dalam Pancasila Buddhis akan
akan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.
Samma-Ajiva,
adalah matapencaharian benar, maksudnya adalah mencari penghidupan dengan cara
yang baik, yaitu:
o
tidak
mengakibatkan pembunuhan
o
wajar
dan halal (bukan hasil pencurian, mencopet dan merampok)
o
tidak
berdasarkan penipuan
o
tidak
berdasarkan ilmu yang rendah seperti meramal, perdukunan, dll.
Jika kita dapat melaksanakan dhamma kedua ini dengan baik, maka kita akan dapat melaksanakan sila kedua dalam Pancasila Buddhis.
Jika kita dapat melaksanakan dhamma kedua ini dengan baik, maka kita akan dapat melaksanakan sila kedua dalam Pancasila Buddhis.
3.
Santutthi,
artinya puas dengan apa yang dimiliki
Contoh:
jika sudah punya istri/suami harus puas dengan istri/suami tersebut dan tidak
melakukan perjinahan dengan orang lain (sadarasantutthipativatti). Jika kita
dapat melaksanakan hal tersebut maka kita dapat melaksanakan sila ketiga dalam
Pancasila Buddhis.
4.
Sacca,
artinya kebenaran atau kejujuran. Jujur disini berhubungan dengan pembicaraan
seseorang terhadap orang lain yang disertai kehendak/niat. Jika kita dapat
melaksanakan sacca berarti kita melaksanakan sila keempat dari pancasila
Buddhis.
5.
Sati-Sampajañña, artinya ingat dan waspada.
Jika kita
selalu ingat pada jenis-jenis makan dan minuman yang dapat menimbulkan
lenyapnya kesadaran serta tidak akan terjerat oleh semua hal sejenisnya,
kewaspadaan dapat di bagi menjadi empat yaitu: kewaspadaan terhadap makanan, pekerjaan,
tingkah laku, hakekat hidup dan kehidupan. Dengan memiliki sati-sapajañña maka kita akan dapat melaksanakan
Sila kelima dari Pancasila Buddhis.
BRAHMA VIHARA
Brahma vihara adalah sifat batin yang luhur atau mulia atau tempat berdiamnya makhluk Brahma (makhluk dewa tingkat tinggi). Sifat ini terdapat dalam diri manusia baik yang jahat maupun yang baik.
Perbuatan Baik Perbuatan Buruk
1
|
Metta (cinta kasih)
|
1
|
Lobha (keserakahan)
|
2
|
Karuna (belas kasihan)
|
2
|
Dosa (kebencian)
|
3
|
Mudita (perasaan simpati)
|
3
|
Moha (kebodohan)
|
4
|
Upekkha (keseimbangan batin)
|
4
|
Irsia (iri hati)
|
Lobha dapat dihilangkan dengan mengembangkan Karuna,
Dosa dapat dihilangkan dengan mengembangkan Metta,
Moha dapat dihilangkan dengan mengembangkan Panna
(Kebijaksanaan),
Irsia dapat dihilangkan dengan mengembangkan Mudita.
Bila manusia memiliki sifat terikat pada apa yang disenangi,
dan sifat menolak pada apa yang tidak disenangi dapat dihilangkan dengan
mengembangkan Upekkha.
Sifat luhur ini hendaknya dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat menjadi manusia yang mulia, baik dalam tingkah laku, pikiran, dan ucapan. Keempat sifat luhur (baik) tersebut merupakan keadaan tanpa batas (appamañña).
A. METTA (CINTA KASIH)
Sifat luhur yang pertama adalah Metta
(cinta kasih) yang universal (menyeluruh terhadap semua makhluk. Metta bukan
berarti cinta kasih yang dilandasi oleh nafsu atau kecenderungan pribadi,
karena kedua hal ini akan menimbulkan kesedihan. Metta dapat diumpamakan
sebagai: “ seorang ibu yang melindungi anaknya yang tunggal, sekalipun
mengorbankan kehidupannya, seharusnya seseorang yang memelihara cinta kasih
yang tidak terbatas itu kepada semua makhluk”. Nasehat sang Buddha tersebut
adalah perasaan cinta kasih yang tidak didasarkan pada nafsu seorang ibu
terhadap anaknya, melainkan keinginan yang murni untuk membahagiakan anaknya.
Sifat yang baik dan mulia adalah corak yang khas dari metta.
Orang yang melatih metta selalu gembira dalam memajukan kesejahteraan orang
lain. Pahala melaksanakan metta, antara lain:
1.
Orang
yang penuh metta akan tidur dengan tenang dan bahagia.
2.
Tidur
dengan nyenyak
3.
Bangun
tidur dengan segar
4.
Dicintai banyak orang
5.
Disayang
oleh makhluk lain (termasuk binatang)
6.
Kebal
terhadap ilmu hitam (kecuali karma buruknya sedang berbuah), terhindar dari
bahaya
7.
Akan
dilindungi oleh para dewa
8.
Dengan
mudah memusatkan pikirannya
9.
Wajahnya
berseri-seri
10. Meninggal dengan tenang
11. Dengan pancaran cinta kasih bila
meninggal wajahnya berseri-seri.
Cara melatih metta adalah:
Pertama kali metta harus dilatih
terhadap dirinya sendiri. Ketika melatih metta pikiran harus tenang, positif,
bahagia. Setelah itu ia harus merenungkan agar hidup tenang, terbebas dari
penderitaan, kesakitan, kegelisahan, ketakutan, dan seterusnya dengan pikiran
tidak melekat dengan apa yang kita pikirkan. Hal ini harus dilatih sesering
mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal. Sang Buddha bersabda :
“Ditengah-tengah orang yang membenci, hendaklah seseorang hidup bebas dari
kebencian”. Sasaran utama mengembangkan metta adalah terhadap semua makhluk.
B. KARUNA (BELAS KASIHAN)
Sifat luhur yang kedua adalah Karuna
(belas kasihan), yang dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat menggetarkan hati
ke arah rasa kasihan bila mengetahui orang lain sedang menderita, atau kehendak
untuk meringankan penderitaan orang lain. Dalam Jataka diceritakan, Dimana
Sutasoma sebagai seorang Bodhisatva telah mengorbankan dirinya demi menolong
seekor macan betina kelaparan yang ingin memakan anak-anaknya sendiri yang
masih kecil-kecil guna menghilangkan laparnya. Bodhisatva Sutasoma mencegah
niat macan itu, dan sebagai gantinya ia memberikan tubuhnya sendiri untuk
dimakan.
Sesungguhnya, unsur kasih sayang-lah yang mendorong seseorang menolong orang lain dengan ketulusan hati. Orang yang memiliki kasih sayang yang murni tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk semua makhluk. Orang-orang yang pantas kita beri belas kasihan tidak hanya orang miskin saja tetapi juga orang yang kejam, pendendam, serakah, irihati, pemarah, serakah, mau menang sendiri, sakit, dan lain-lain. Sasaran utama mengembangkan karuna adalah terhadap makhluk yang sengsara dan menderita.
Sesungguhnya, unsur kasih sayang-lah yang mendorong seseorang menolong orang lain dengan ketulusan hati. Orang yang memiliki kasih sayang yang murni tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk semua makhluk. Orang-orang yang pantas kita beri belas kasihan tidak hanya orang miskin saja tetapi juga orang yang kejam, pendendam, serakah, irihati, pemarah, serakah, mau menang sendiri, sakit, dan lain-lain. Sasaran utama mengembangkan karuna adalah terhadap makhluk yang sengsara dan menderita.
C. MUDITA (PERASAAN SIMPATI)
Sifat luhur yang ketiga adalah Mudita
(perasaan simpati), yaitu ikut senang melihat orang lain senang atau perasaan
gembira atas keberhasilan orang lain. Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa
sifat manusia yang menonjol adalah sifat irihati. Salah satu cara untuk
menghilangkan perasaan irihati ini adalah mengembangkan mudita, karena mudita
dapat mencabut akar irihati yang merusak. Mudita juga dapat menolong orang lain
mencapai kebahagiaan. Sasaran utama mengembangkan mudita adalah terhadap makhluk
yang makmur dan sejahtera.
D. UPEKKHA (KESEIMBANGAN BATIN)
Sifat luhur yang keempat adalah
Upekkha (keseimbangan batin). Keseimbangan batin penting sekali terutama bagi
umat awam yang hidup dalam dunia yang kacau balau, ditengah gelombang keadaan
yang naik turun tidak menentu ini. Sang Buddha bersabda : “Orang bijaksana
tidak menunjukkan rasa gembira maupun kecewa dengan pujian dan celaan. Mereka
tetap teguh bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan oleh badai”. Demikianlah
mereka melatih keseimbangan batin.
Contoh Cerita: Pada suatu ketika Sang Buddha diundang oleh
seorang Brahmana untuk bersantap dirumahnya, oleh karena diundang, maka Sang
Buddha datang ke rumah Brahmana tersebut, tetapi ia bukannya menjamu Sang
Buddha, melainkan malah mencerca Sang Buddha dengan kata-kata yang sangat
kotor. Sang Buddha dikatakan seperti babi jalang, anjing, buaya, bangsat, dan
sebagainya. Tetapi Sang Buddha tidak sedikitpun merasa terkejut, marah,
membantah, dan sang Buddha sama sekali tidak dendam.
E. SIGALOVADA SUTTA
1. Sigalovada Sutta adalah khotbah yang
berisi wejangan/nasehat Sang Buddha kepada seorang pemuda bernama Sigala, putra
seorang kepala keluarga yang tinggal di Rajagaha.
2. Orang tuanya adalah penganut agama
Buddha yang taat dan berbakti kepada Sang Buddha, tetapi tidak berhasil
mengajak putranya mengikuti jejaknya.
3. Berbagai usaha telah dilakukan agar
Sigala mau bertemu dengan Sang Buddha tau siswa-siswanya untuk mendengarkan
dhamma.
4. Sigala beranggapan bahwa tidak ada
gunanya mengunjungi Sang Buddha dan saṅgha (perkumpulan para bhikkhu dan bhikkhuni), karena
hal tersebut tidak mendatangkan keuntungan materi, bahkan akan mengakibatkan
kerugian materi.
5. Pikiran Sigala hanya tertuju pada
kesejahteraan materi dan beranggapan kegiatan mental spiritual tidak ada
gunanya.
6. Ketika ayahnya akan meninggal dunia,
Ia berpesan agar Sigala melaksanakan permintaannya untuk menghormat enam
penjuru pada waktu pagi-pagi sekali(subuh).
7. Ayahnya meminta Sigala melakukan hal
tersebut dengan harapan agar suatu ketika Sang Buddha atau para siswanya
melihat dan berkesempatan untuk memberikan dhamma yang sesuai dengan Sigala.
8. Pada suatu ketika Sang Buddha berdiam
di hutan bambu dekat Rajagaha, dan melihat Sigala dengan pakaian dan rambut
yang basah melaksanakan pesan ayahnya untuk memuja enam arah, meskipun tidak
tau apa artinya dan ia melakukan sebagai rasa bakti dan penghormatan terhadap ayahnya.
9. Sang Buddha memberitahu Sigala bahwa
dalam ajaran-Nya tentang Ariyasa Vinaya(peraturan ariya), enam penjuru itu
mempunyai arti:
a. Arah Timur berarti menghormati orang
tua
b. Arah Selatan berarti menghormati guru
c. Arah Barat berarti menghormati anak
dan istri
d. Arah Utara berarti menghormati
sahabat
e. Arah Atas(Zenith) berarti menghormati
rohaniawan
f. Arah Bawah(Nadir) berarti menghormati
pelayan/karyawan
Ke-enam kelompok ini dalam agama Buddha diperlakukan sebagai
sesuatu yang pantas dihormati dan dijaga.
10. Bagaimana cara menghormat atau
menjaga mereka? Sang Buddha bersabda bahwa kita dapat menghormat mereka dengan
cara melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar. Terdapat 14 aspek negatif
yang harus dihindari oleh kita antara lain:
a. Empat cacat tingkah laku, antara
lain: melakukan pembunuhan, melakukan pencurian, berhubungan kelamin(berzinah),
berkata yang tidak benar.
b. Empat dorongan melakukan kejahatan,
antara lain: nafsu keinginan, kebencian, ketakutan, kebodohan.
c. Enam saluran menghabiskan kekayaan,
antara lain : minuman keras, judi, keluyuran tidak pada waktunya, bergaul
dengan wanita/pria penghibur, memiliki teman yang jahat, malas.
11. Aspek positif yang harus kita
kembangkan adalah melaksanakan kewajiban timbal balik kepada mereka, antara
lain:
a.
Kewajiban
anak terhadap orang tua, yaitu:
-
Mendengarkan
nasehatnya
-
Membantu
orang tua dalam keadaan senang dan susah
-
Menjaga
nama baik orang tua
-
Menghormati
dan menjaga nama baiknya.
b.
Kewajiban
orang tua terhadap anak, yaitu:
-
Memberikan
pendidikan yang baik
-
Memberikan
warisan kepada anaknya pada saat yang tepat
-
Menganjurkan
anaknya berbuat kebaikan
-
Mencegah
anaknya melakukan perbuatan yang tidak baik
c.
Kewajiban
guru terhadap murid, yaitu:
-
Menjaga
nama baik muridnya
-
Memberikan
nasehat, petunjuk yang baik
-
Memberikan
ilmu yang telah dimiliki
-
Menjaga
muridnya dari bahaya
d.
Kewajiban
murid terhadap guru, yaitu:
-
Menegur
atau memberi salam bila bertemu
-
Bertekad
untuk belajar yang sungguh-sungguh
-
Mengerjakan
tugas yang telah diberikan
-
Memperhatikan
dengan baik ketika belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar