FILSAFAT AGAMA BUDDHA (BUDDHIST PHILOSOPHY)
Oleh : Edy Kuswoyo
Pengalaman Pencerahan (Penerangan Sempurna)
Pengalaman pencerahan (Penerangan Sempurna) secara garis besar ada dua pendekatan. Yaitu:
- pendekatan objektif dan
- pendekatan subjektif.
Pendekatan obyektif adalah untuk mengetahui apa-apa yang dinyatakan oleh Sang Buddha setelah memperoleh pengalaman itu dan memahaminya sebagai pembentukan dasar-dasar ajaran beliau.
Pendekatan secara subjektif adalah mempelajari (examine) sabda-sabda Sang Buddha sebagai refleksi yang bersifat metafisika, maka pendekatan subjektif bersifat psikologi atau eksistensi.
Dalam pendekatan objektif dapat diberikan contoh tentang pendapat yang beraneka ragam mengenai ajaran anatta (anatman) dari Sang Buddha yang merupakan ajaran tentang bukan-aku (non ego).
Ajaran anatta tersebut menyatakan bahwa:
(1) Segala sesuatu adalah tidak kekal (transient) dan hanya terdiri dari unsur-unsur (composite) yang disebut skanda atau khanda; yang senantiasa hancur (disinte-gratting), bahwa tidak ada yang kekal (permanent).
(2) Oleh karena itu tidak ada satu tempat di alam semesta ini ke mana manusia dapat menuju untuk menghapus kesedihan dan penderitaannya.
Dalam Magga-magga kita suci Dhammapada kita membaca pada vagga 277 s/d 279:
Sabbe sankhara anicca ti
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa mango visubhiya
Sabbe sankhara dukkhati
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa mango visubhiya
Sabbe dhamma anatta ti
yada pannaya passati
atha nibbindati dukkhe
esa mango visubhiya
Artinya
Semua dumadi tidak kekal
yang menyadari dengan kebijaksanaan
ia telah memberantasnya
itu jalan yang benar
Semua itu adalah penderitaan
yang menyadaridengan kebijaksanaan
ia telah memberantasnya
itu jalan yang benar
Semua makhluk tanpa "aku"
yang menyadaridengan kebijaksanaan
ia telah memberantasnya
itu jalan yang benar
Dalam filsafat agama Buddha ini terdapat satu istilah yang penting yaitu Panna (Pali) atau Prajna (Sansekerta). Dalam Bahasa Indonesia: "kebijaksanaan'", makna yang terkandung dalam istilah di atas adalah melihat atau memahami pencerahan/penerangan sempurna itu dilakukan melalui "mata/panna/prajna".
Pengalaman Pencerahan (Penerangan Sempurna), Dalam bahasa kias dikatakan bahwa untuk dapat mencapai pantai seberang dari samsara, diperlukan "mata panna/prajna". Dan pantai seberang itu akan terlihat sebagai Kesunyataan(Ultimatum Reality). Segala sesuatu dilihat sebagai sedemikian atau secara murni dan benar. Hal tersebut akan dicapai oleh siapapun juga yang pikirannya terbebas dari segala sesuatu (sabbattha vimuttamanasa), tidak terikat pada kelahiran dan kematian, tidak lagi hanyut dalam ketidak-kekalan masa lalu-kini-yang akan datang.
Dalam Kitab suci Dhammapada Syair 153-154 yang berisi tentang kemenangan Sang Buddha yang telah bebas dari penderitaan. Beliau telah menemukan "gahakaraka" (pembuat rumah) yang berada di belakang semua kegiatan jasmani dan rohani manusia. Gahakaraka tadi tidak pernah mati, ia senantiasa hidup apabila jasmani (manusia) itu berfungsi. Tubuh ini diibaratkan sebagai budak dari gahakaraka. Melihat gahakaraka tidaklah berarti 'melihat keinginan yang terakhir'.
Pengalaman pencerahan (penerangan sempurna) tidaklah menghapuskan sesuatu melainkan melihat atau memandang dengan ``mata panna atau praja" sehingga dapat melihat bagaimana gahakaraka membuat rumah".
"Melihat" atau "Memandang" merupakan dasar atau landasan untuk mengetahui ajaran Sang Buddha. Hal ini dikatakan sebagai inti filsafat agama Buddha. Dhamma (Dharma) hanya dapat diketahui secara "ehipasiko" (silahkan Anda datang untuk melihatnya); tidak dengan cara yang lain.
Pencerahan atau Penerangan Sempurna yang berupa "melihat" itu adalah melihat arti kehidupan sebagai ego yang relatif atau nisbi dan bukan kehidupan sebagai ego yang absolut atau mutlak. Dengan kata lain, Pencerahan atau Penerangan sempurna adalah melihat ego absolut (mutlak) seperti yang tercermin (refleksi) dari ego relatif (nisbi).
Absolut ego dalam kemutlakannya itu tidak memiliki makna. Ia memerlukan adanya gahakaraka supaya eksistensinya (keberadaannya) terlihat. Gahakaraka melainkan "atas perintah" Atta (Atman). Demikian penafsiran pengertian "Atta" atau "Atman" dalam Nirvana Sutra.
Sehubungan dengan dua hal absolut-relatif tersebut, pandangan Sunyata juga mengemukakan dua jenis kebenaran atau satya (truth), yaitu
(1) samvrti, kebenaran yang relatif/nisbi dan
(2) paramartha, kebenaran absolut _yang transedental.
Hal itu dapat dipahami dalam hubungan ketika Sang Buddha membabarkan Saddharmapun-darika Sutra, Beliau menguraikan pengalamannya yang tidak dapat dibandingkan atau dipahami oleh para pendengarkan yang terdiri dari manusia biasa. Demikian pula dalam Lankavatara Sutra diceritakan tentang negeri (alam) para Buddha, di sini manusia sulit untuk memahami karena mereka ini tidak mempunvai pengalaman dan karenanya tidak memahaminva.
Pengalaman pencerahan atau penerangan sempurna dengan demikian adalah manifestasi dari kekuatan yang tertinggi, yang melihat segala sesuatu sebagai apa atau sebagai sedemikian, yang berarti kesedemikian yang absolut atau Sunya mutlak (absolute fullness).
Filsafat agama Buddha yang berisi pengalaman murni, pengalaman yang tidak membedakan antara subjek dan objek. Pengertian Sunya atau Kesedemikian (Tathata) mengatasi segalanya. Tak ada konsep yang dapat menjamahnya atau memahaminya. Karena ia disebut pengalaman sejati atau murni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar