“Oh para bhikkhu, pengamalan uposatha berunsur delapan baik pahala,
manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali
. Oh para bhikkhu, bagaimanakah pengamalan uposatha berunsur delapan yang pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali itu?” “Dalam hal ini, oh para bhikkhu, demikianlah yang direnungkan para Siswa Sang Ariya : Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, telah menghindari pembunuhan makhluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, akan menghindari pembunuhan makhluk hidup, akan meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur pertama yang menyertai.
. Oh para bhikkhu, bagaimanakah pengamalan uposatha berunsur delapan yang pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya besar sekali itu?” “Dalam hal ini, oh para bhikkhu, demikianlah yang direnungkan para Siswa Sang Ariya : Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, telah menghindari pembunuhan makhluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, akan menghindari pembunuhan makhluk hidup, akan meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, tahu malu dan memiliki rasa iba, berbelas kasih atas kemaslahatan semua makhluk hidup. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur pertama yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah
meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, diri sendiri bersih. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, diri sendiri bersih. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kedua yang menyertai.
meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, diri sendiri bersih. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menghindari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, diri sendiri bersih. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kedua yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci,
hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam. Saya
pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak
suci, hidup suci, hidup menjauhi dan menghindari percabulan orang awam.
Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan
uposatha. Inilah unsur ketiga yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan ucapan bohong,
menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang benar, yang bersanding
dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan tumpuan, tidak mendustai
orang-orang di dunia. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan
meninggalkan ucapan bohong, menghindari ucapan bohong, mengucapkan yang
benar, yang bersanding dengan kebenaran, tandas, dapat dijadikan
tumpuan, tidak mendustai orang-orang di dunia. Dengan cara demikianlah
saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur
keempat yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan minuman beralkohol,
minuman hasil fermentasi yang memabukkan yang mengondisikan kelengahan;
menghindari minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan
yang mengondisikan kelengahan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini
akan meninggalkan minuman beralkohol, minuman hasil fermentasi yang
memabukkan yang mengondisikan kelengahan; menghindari minuman
beralkohol, minuman hasil fermentasi yang memabukkan yang mengondisikan
kelengahan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan
mengamalkan uposatha. Inilah unsur kelima yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup hanya makan sekali, berhenti santap
malam, menghindari makan pada waktu yang salah. Saya pun hari ini, siang
dan malam ini hanya akan makan sekali, berhenti santap malam,
menghindari makan pada waktu yang salah. Dengan cara demikianlah saya
meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur
keenam yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan menonton hiburan
tari-tarian, nyanyian, dan musik telah meninggalkan pengenaan untaian
bunga, wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan dan dandanan —
pengondisi persolekan; menghindari menonton hiburan tari-tarian,
nyanyian, dan musik menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian,
urapan kosmetik, perhiasan dan dandanan — pengondisi persolekan. Saya
pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan menonton hiburan
tari-tarian, nyanyian, dan musik meninggalkan pengenaan untaian bunga,
wangi-wangian, urapan kosmetik, perhiasan dan dandanan — pengondisi
persolekan; menghindari menonton hiburan tari-tarian, nyanyian, dan
musik menghindari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, urapan
kosmetik, perhiasan dan dandanan — pengondisi persolekan. Dengan cara
demikianlah saya meneladan para Arahat, dan akan mengamalkan uposatha.
Inilah unsur ketujuh yang menyertai.
Para Arahat, sepanjang hidup telah meninggalkan pembaringan yang
tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi dan besar, hanya
menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang kecil atau tikar
rerumputan. Saya pun hari ini, siang dan malam ini akan meninggalkan
pembaringan yang tinggi dan besar, menghindari pembaringan yang tinggi
dan besar, hanya menggunakan pembaringan yang rendah, di atas ranjang
kecil atau tikar rerumputan. Dengan cara demikianlah saya meneladan para
Arahat, dan akan mengamalkan uposatha. Inilah unsur kedelapan yang
menyertai. Demikianlah, oh para bhikkhu, pengamalan uposatha berunsur
delapan yang baik pahala, manfaat, kegemilangan, maupun jangkauannya
besar sekali.
Seberapa besarkah pahalanya? Seberapa besarkah manfaatnya? Seberapa
besarkah kegemilangannya? Seberapa besarkah jangkauannya? Sama seperti,
oh para bhikkhu, memiliki otoritas kekuasaan yang berdaulat atas keenam
belas negeri besar yakni Aṅgā, Magadhā, Kāsī, Kosalā, Vajjī, Mallā, Cetī, Vaṅgā, Kurū, Pañcālā, Macchā, Surāsenā, Assakā, Avantī, Gandhārā, dan Kambojā
— yang berlimpah-ruah dalam tujuh jenis permata, namun masih tidak
senilai dengan seperenam belas bagian dari uposatha berunsur delapan
ini. Apa sebabnya? Karena, oh para bhikkhu, bila dibandingkan dengan
kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya.
Oh para bhikkhu, 50 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Cātumahārājika. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Cātumahārājika
adalah 500 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh para bhikkhu, ada
pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan,
sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan
terlahir kembali di antara para Dewa Cātumahārājika. Inilah, oh
para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan
kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.
Oh para bhikkhu, 100 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Tāvatiṃsa. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tāvatiṃsa
adalah 1000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh para bhikkhu, ada
pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan,
sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan
terlahir kembali di antara para Dewa Tāvatiṃsa. Inilah, oh para
bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan
kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.
Oh para bhikkhu, 200 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Yāma. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Yāma
adalah 2000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh para bhikkhu, ada
pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan,
sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan
terlahir kembali di antara para Dewa Yāma. Inilah, oh para
bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan
kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.
Oh para bhikkhu, 400 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Tusita. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Tusita
adalah 4000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh para bhikkhu, ada
pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan,
sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan
terlahir kembali di antara para Dewa Tusita. Inilah, oh para
bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan
kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.
Oh para bhikkhu, 800 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Nimmānarati. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Nimmānarati
adalah 8000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh para bhikkhu, ada
pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan,
sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan
terlahir kembali di antara para Dewa Nimmānarati. Inilah, oh
para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan dengan
kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.
Oh para bhikkhu, 1600 tahun alam manusia setara dengan sehari semalam para Dewa Paranimmitavasavatti. Tiga puluh ‘malam’ demikian adalah sebulan. Dua belas ‘bulan’ demikian adalah satu tahun. Usia para Dewa Paranimmitavasavatti
adalah 16000 ‘tahun’ surgawi demikian. Bisa jadi, oh para bhikkhu, ada
pria atau wanita tertentu, berkat mengamalkan uposatha berunsur delapan,
sesudah meninggal dunia, setelah hancur terurainya badan jasmani, akan
terlahir kembali di antara para Dewa Paranimmitavasavatti.
Inilah, oh para bhikkhu, yang tersirat dalam ungkapan ‘bila dibandingkan
dengan kebahagiaan surgawi, takhta manusia sungguh tiada nilainya’.”
Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum;
Menghindari percabulan dan hidup tak suci,
Tidak santap malam, di waktu yang salah.
Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur di ranjang (kecil), beralas bumi atau tikar;
Inilah yang dikatakan uposatha berunsur delapan,
Pelebur dukkha, dibabarkan Buddha.
Bak mentari dan rembulan nan elok,
Bercahaya cermelang memancar jauh;
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.
Di antara harta benda di sini,
Mutiara, permata, lapis-lazuli,
Serta emas tanduk atau kencana nan bernilai,
Yang dikatakan dipindahkan dalam wujud alamiah;
Dibandingkan dengan uposatha berunsur delapan,
Seperenam belas pun tak sampai.
Bak sinar rembulan dengan semua cahaya bintang.
Oleh karena itu, hai pria dan wanita nan berbudi,
Setelah mengamalkan uposatha berunsur delapan,
Kebajikan yang mendatangkan kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang kalian raih!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar