A. Pendahuluan
Suatu hal yang sangat baik dalam kehidupan kita untuk mengembangkan kebajikan dan bermanfaat bagi kemajuan diri adalah hidup sesuai dengan dhamma, seperti menjalankan kehidupan suci, melaksanakan kebaktian, membaca paritta, berlatih meditasi, berdana, memohon sila dan dhamma, dan lain sebagainya. Itulah suatu ajaran yang membawa kepada kebahagiaan yang telah di babarkan oleh Sang Buddha. Dalam kesempatan ini kita akan membahas mengenai suatu perlindungan dalam agama Buddha. Apa yang sebenarnya dinamakan dengan perlindungan itu? mengapa kita sering mencari suatu perlindungan? dan apa kata Sang Buddha mengenai suatu perlindungan itu? Inilah yang akan kita bahas bersama pada kesempatan ini.
Sudah menjadi suatu hal yang umum bahwa setiap manusia selalu berusaha untuk mencari suatu perlindungan, tidak perduli apakah dia orang yang kaya, miskin, tinggi, pendek, besar atau kecil dan apakah ia laki-laki atau perempuan, bahkan dari agama apapun juga. Kepada siapa mereka berlindung, hal ini tergantung pada keyakinan mereka masing-masing individu itu sendiri.
Sebagai umat Buddha seharusnya tahu kepada siapa kita harus berlindung? Apakah kepada Buddha, Dhamma dan Sangha? Atau mungkin kepada para dewa atau dewi di alam surga? Mungkinkah itu terjadi dalam kehidupan kita. Kalau begitu marilah kita belajar Buddha Dhamma bukan hanya mengenal kulit luarnya saja, tetapi lebih jauh kedalam, itu lebih bagus dan tentu diperlukan suatu pemahaman yang lebih baik. Kalau kita hanya mengenal kulit luarnya saja dalam Buddha Dhamma maka kita akan kebingungan dalam mencari suatu perlindungan, yang penting datang ke vihara, sembahyang tancap hio itu pikirnya sudah beres semuanya. Ini tentu bukan pola pikir seseorang yang memahami dhamma secara baik dan bijaksana.
Sementara yang lain ada yang masih kebingungan dalam mencari suatu perlindungan. Penganut kepercayaan yang lain dengan penuh keyakinan untuk mempropagandakan “percayalah kepadaNya maka engakau akan selamat”. Akhirnya kita sendiri yang merasa kebinggungan untuk mendengarkan dari berbagai arah yang tak menentu. Namun saya yakin Anda semua pasti setuju bahwa keyakinan kepada perlindungan itu tidak cukup ditimbulkan dari hasil propaganda saja, akan tetapi harus melalui proses berpikir yang positif. Sekarang kita telaah satu-persatu secara positif, sehingga kita yakin seyakin-yakinnya, tidak secara membuta atau terpengaruh dari rayuan dan propaganda yang ada di luar, sekarang siapakah yang sebenarnya menjadi perlindungan itu?
B. Mengapa Mencari Perlindungan?
Hal ini dapat kita contohkan, seorang anak kecil yang berlari-lari mencari ibunya sambil berteriak, “Bu…..kakak jahat, Bu !” Dibelakangnya tampak sang kakak mengejarnya sambil, mengacungkan kepalan tangannya. Sementara Si adik kecil meminta suatu perlindungan kepada ibunya. Orang kekar dan jago bertinju pun juga ingin mencari suatu perlindungan dengan mencari tukang pukul dan sejenisnya, sebab merasa takut dan merasa cemas akan keselamatannya.
Bukan hanya kepada mahluk-mahluk yang dapat dilihat saja kita mencari suatu perlindungan. Tetatpi juga kepada mahluk yang tidak terlihat, bahkan yang tidak diketahui secara keberadaanya. Kita mencari perlindungan, yakni dengan anggapan bahwa mahluk tersebut mampu untuk menyelesaikan dan mengatasi segala masalah kita serta memberikan kebahagia. Berbagai fakta menunjukan bahwa banyak sekali orang yang takut pada masa depannya. Berbagai upaya ia lakukan untuk menangkal hal-hal yang buruk (sial), mulai dari mendatangi tukang ramal, dukun, dengan mengantongi berpuluh-puluh jimat, bersembahyang meminta-minta keselamatan di vihara, klenteng, ataupun ditempat-tempat yang dianggap keramat, serta berbagai upaya yang lainnya ia lakukan.
Ini semua dilakukan untuk lebih menenangkan perasaan yang merasa takut atau was-was, jika memang demikian adanya, alangkah sia-sianya bagi mereka yang mengantungkan atau memasrahkan ketenangan dirinya hanya pada beberapa kalimat doa atau pada beberapa kantong jimat yang Cuma berisikan kembang maupun bentuk tulisan-tulisan. Tetapi pada saat dimana yang mereka harapkan melalui doa-doanya itu tidak tercapai, timbullah penderitaan, penyesalan, putus asa, kekecewaan dan sebagainya. Memang sungguh sulit menghilangkan pandangan seperti itu. Bukan hanya dalam kehidupan sekarang ini kita terikat dengan bentuk ritual dan upacara- upacara seperti itu, tetapi juga dengan bentuk ketahayulan yang sudah berjuta-juta sampai tak terhitung berapa kali kita mengalami bentuk kelahiran, kemelekatan yang masih ada didalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita sekarang inilah saat yang paling tepat, selagi kita terlahir sebagai manusia dan mengenal dhamma untuk menghapus setahap demi setahap pandangan salah itu. Sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk mendengarkan ajaran kebenaran, begitu pula sungguh sulit munculnya seorang Buddha (Dhammapada, XIV : 182).
Secara umum bahwa manusia mencari perlindungan karena adanya rasa takut, dan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Apa yang mendasari timbulnya ras takut dan keinginan untuk mencapai suatu kebahagiaan itu? Pada dasarnya manusia cenderung untuk memberontak dan tidak merasa puas pada satu kondisi yang dianggapnya tidak menyenangkan seperti; dicela, tidak disenangi di masyarakat (nama buruk), dirugikan, berpisah dengan orang yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, dan sebagainya. Kondisi batin diatas bisa muncul karena adanya keserakahan (loba) dan keinginan untuk selalu dalam kondisi yang menyenangkan. Maka melalui keinginan yang kuat terhadap suatu obyek, akan menimbulkan penderitaan dan ketakutan. Takut kalau keinginanya tidak tercapai dan takut untuk mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan
Jelaslah bahwa yang mendasari timbulnya ketakutan adalah lobha, dosa, dan moha dalam batin. Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbulah ketakutan, dari nafsu timbullah kesedihan, dari nafsu timbulahketakutan, dari keinginan timbulah kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan bagi orang yang terbebas dari kemelekatan dan keinginan tiada lagi kesedihan dan ketakutan.
C. Perlindungan Dalam Hal Umum
Perlindungan dalam pandangan umum dapat dikatakan adalah sesuatu yang dituju dan dapat memberikan suatu ketenangan serta rasa aman, apabila seseorang merasa susah dan sedih akan hal-hal yang dialaminya maka akan berusaha untuk mencari suatu ketenangan dan ketentraman. Ketika pendudukMalasiya negara tetangga kita yang semakin padat, karena semakin banyak tenaga kerja dari Indonesia secara tidak resmi maka melakukan deportasi dan ahkirnya banyak para tenaga kerja Indonesia yang terlantar maka dengan penuh kebijaksanaan pemerintah Indonesia berusaha untuk melindunginya, menanggung biaya penggembalian penduduknya ke asalnya dan memberikan pengarahan, ketika nilai rupiah anjlok, maka para ibu-ibu rumah tangga berusaha untuk melindungi hartanya dengan membeli dolar, ketika seseorang mengalami frustasi dan cemas ia mungkin mencari perlindungan kepada sahabatnya dan ketika ajalnya datang mendekat, mungkin pula mencari suatu perlindungan tentang kepercayan adanya surga yang kekal abadi. Tetapi itu semua bukanlah bentuk perlindungan yang aman atau utama. Karena tidak didasarkan atas kenyataan dan tidak akan membebaskan kita dari penderitaan.
D. Perlindungan Yang Aman
Orang mencari perlindungan karena adanya rasa takut dan berkeinginan untuk tenang, tentram dan bahagia, maka sesuatu dapat dikatakan sebagai perlindungan yang aman jika mampu menghilangkan rasa takut dan memberikan kebahagiaan seseorang. Untuk mencari perlindungan seperti itu orang dapat melakukannya dalam dua level, yaitu :
1.Kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yaitu mencari perlindungan kepada mahluk lain atau yang berada di luar diri sendiri. Mereka selalu mengharapkan kesejahteraan, keselamatan, usia panjang, dengan memohon mahluk yang lain, tetapi masih menyakiti dan menyiksa mahluk lain yang lebih lemah. Memohon untuk terlahir dialam yang berbahagia setelah kematiannya, namun masih tetap melakukan perbuatan yang tercela dalam hidupnya.
2.Ia menyadari suatu perlindungan yang aman dapat ia cari dari perbuatannya sendiri. Tak ada sesuatu pun yang timbul tanpa adanya suatu sebab yang mendahuluinya. Keselamatan, kesehatan, penyakit, penderitaan maupun nama baik timbul karena suatu perbuatanya sendiri. Mendapatkan kekayaan karena giat bekerjadan berusaha (faktor masa sekarang), sering berdana (faktor masa lalu) serta tidak suka mencuri barang orang lain semua ini tersirat dalam kutipan parita Brhamaviharaparanam, yaitu:
……………Aku adalah pemilik karmaku sendiri, pewaris karmaku sendiri, terlahir dari karmaku sendiri, behubungan dari karmaku sendiri, terlindungi oleh karmaku sendiri, apapun karma yang kuperbuat, baik atau buruk itulah yang akan ku warisi.
Dengan demikian setiap saat penuh dengan pengendalian diri, menyadari akan hal ini dan menyelidiki kedalam batin sendiri, maka kebahagiaan (Nibbana) adalah buahnya, yaitu lenyapnya semua kekotoran batin (loba, dosa, moha) yang berarti pula lenyapnya rasa takut dan tercapainya kebahagian yang sejati, berada diluar baik dan buruk tak ada rasa pamprih lagi, inilah perlindungan yang aman.
E. Perlindungan Utama Dalam Ajaran Sang Buddha
Apa yang dimaksud perlindungan yang utama? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda; “Ia yang berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha dengan penuh kebijaksanaan dapat melihat empat kesunyataan mulia, yaitu: Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha serta jalan mulia berfaktor delapan yang menuju akhir dukkha. Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama, dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari penderitaan (Dhammapada XIV ; 190-192).
Sekarang apa yang dimaksud perlindungan terhadap Buddha? Jika seseorang pergi berlindungBuddha, maka ia harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa ia pun dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha. Apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha? Sang Buddha telah mencapai suatu ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertinggi dan Nibbana. Kita pun bisa mencapai ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertiggi dan Nibbana. Yang menjadi suatu pernyataan adalah saat ini bagaimana caranya? Apakah hanya cukup menyatakan aku berlindung pada Buddha? Tentu tidak! Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita temui dalam perlindungan yang ke dua yaitu perlindungan terhadap Dhamma.
Suatu ketika Sang Buddha berada dipinggiran sebuah hutan, beliau lalu mengambil segenggam daun yang berserakan di tanah dan berkata;” Wahai para Bhikkhu….. yang mana lebih banyak daun yang ada di hutan atau yang ada pada genggaman saya?”. Bhikkhu pun menjawab daun dihutanlah jauh lebih banyak Bhante. Sang Buddha melanjutkan “Begitu pula Dhamma yang telah diketahui adalah sebanyak daun yang ada di hutan tetapi Dhamma yang kuajarkan kepada-Mu hanyalah bagaikan segenggam daun ini, tetapi ini adalah cukup untuk membebaskan dari penderitaan”.
Atas dasar pernyataan tersebut jelaslah bahwa Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah Dhamma yang merupakan pelindung kita yang ke dua dapat membebaskan diri kitadari penderitaan dan mencapai kebahagiaan. Perlindungan terhadap Dhamma berarti berusaha memahami empat kesunyataan mulia dan melandasi hidup kita dengan jalan mulia beruas delapan.
Perlindungan kita yang ketiga adalah perlindungan tehadap Sangha. Yang dimaksudkan perlindungan terhadap sangha adalah menerima dukungan inspirasi serta bimbingan dari mereka yang melaksanakan jalan mulia beruas delapan, siapakah mereka? Mereka adalah para Bhikku Sangha baik yang telah mencapai tingkat kesucian maupun yang belum. Itulah tiga perlindungan yang utama dan yang aman, perlindungan yang nyata dan dapat diandalkan bagi siapapun mahkluk di dunia, maka dari itu temukanlah tiga perlindungan ini dan manfaatkan sehingga penderitaan dapat di ahkirinya dan kebahagiaan tercapai.
Ada sebuah syair yang memperkokoh perlindungan ini dan meningkatkan rasa keyakinan kita kepada Sang Tiratana, yaitu:
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Buddha – lah sesungguhnya perlindunganku
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Dhamma – lah sesungguhnya perlindunganku
Suatu hal yang sangat baik dalam kehidupan kita untuk mengembangkan kebajikan dan bermanfaat bagi kemajuan diri adalah hidup sesuai dengan dhamma, seperti menjalankan kehidupan suci, melaksanakan kebaktian, membaca paritta, berlatih meditasi, berdana, memohon sila dan dhamma, dan lain sebagainya. Itulah suatu ajaran yang membawa kepada kebahagiaan yang telah di babarkan oleh Sang Buddha. Dalam kesempatan ini kita akan membahas mengenai suatu perlindungan dalam agama Buddha. Apa yang sebenarnya dinamakan dengan perlindungan itu? mengapa kita sering mencari suatu perlindungan? dan apa kata Sang Buddha mengenai suatu perlindungan itu? Inilah yang akan kita bahas bersama pada kesempatan ini.
Sudah menjadi suatu hal yang umum bahwa setiap manusia selalu berusaha untuk mencari suatu perlindungan, tidak perduli apakah dia orang yang kaya, miskin, tinggi, pendek, besar atau kecil dan apakah ia laki-laki atau perempuan, bahkan dari agama apapun juga. Kepada siapa mereka berlindung, hal ini tergantung pada keyakinan mereka masing-masing individu itu sendiri.
Sebagai umat Buddha seharusnya tahu kepada siapa kita harus berlindung? Apakah kepada Buddha, Dhamma dan Sangha? Atau mungkin kepada para dewa atau dewi di alam surga? Mungkinkah itu terjadi dalam kehidupan kita. Kalau begitu marilah kita belajar Buddha Dhamma bukan hanya mengenal kulit luarnya saja, tetapi lebih jauh kedalam, itu lebih bagus dan tentu diperlukan suatu pemahaman yang lebih baik. Kalau kita hanya mengenal kulit luarnya saja dalam Buddha Dhamma maka kita akan kebingungan dalam mencari suatu perlindungan, yang penting datang ke vihara, sembahyang tancap hio itu pikirnya sudah beres semuanya. Ini tentu bukan pola pikir seseorang yang memahami dhamma secara baik dan bijaksana.
Sementara yang lain ada yang masih kebingungan dalam mencari suatu perlindungan. Penganut kepercayaan yang lain dengan penuh keyakinan untuk mempropagandakan “percayalah kepadaNya maka engakau akan selamat”. Akhirnya kita sendiri yang merasa kebinggungan untuk mendengarkan dari berbagai arah yang tak menentu. Namun saya yakin Anda semua pasti setuju bahwa keyakinan kepada perlindungan itu tidak cukup ditimbulkan dari hasil propaganda saja, akan tetapi harus melalui proses berpikir yang positif. Sekarang kita telaah satu-persatu secara positif, sehingga kita yakin seyakin-yakinnya, tidak secara membuta atau terpengaruh dari rayuan dan propaganda yang ada di luar, sekarang siapakah yang sebenarnya menjadi perlindungan itu?
B. Mengapa Mencari Perlindungan?
Hal ini dapat kita contohkan, seorang anak kecil yang berlari-lari mencari ibunya sambil berteriak, “Bu…..kakak jahat, Bu !” Dibelakangnya tampak sang kakak mengejarnya sambil, mengacungkan kepalan tangannya. Sementara Si adik kecil meminta suatu perlindungan kepada ibunya. Orang kekar dan jago bertinju pun juga ingin mencari suatu perlindungan dengan mencari tukang pukul dan sejenisnya, sebab merasa takut dan merasa cemas akan keselamatannya.
Bukan hanya kepada mahluk-mahluk yang dapat dilihat saja kita mencari suatu perlindungan. Tetatpi juga kepada mahluk yang tidak terlihat, bahkan yang tidak diketahui secara keberadaanya. Kita mencari perlindungan, yakni dengan anggapan bahwa mahluk tersebut mampu untuk menyelesaikan dan mengatasi segala masalah kita serta memberikan kebahagia. Berbagai fakta menunjukan bahwa banyak sekali orang yang takut pada masa depannya. Berbagai upaya ia lakukan untuk menangkal hal-hal yang buruk (sial), mulai dari mendatangi tukang ramal, dukun, dengan mengantongi berpuluh-puluh jimat, bersembahyang meminta-minta keselamatan di vihara, klenteng, ataupun ditempat-tempat yang dianggap keramat, serta berbagai upaya yang lainnya ia lakukan.
Ini semua dilakukan untuk lebih menenangkan perasaan yang merasa takut atau was-was, jika memang demikian adanya, alangkah sia-sianya bagi mereka yang mengantungkan atau memasrahkan ketenangan dirinya hanya pada beberapa kalimat doa atau pada beberapa kantong jimat yang Cuma berisikan kembang maupun bentuk tulisan-tulisan. Tetapi pada saat dimana yang mereka harapkan melalui doa-doanya itu tidak tercapai, timbullah penderitaan, penyesalan, putus asa, kekecewaan dan sebagainya. Memang sungguh sulit menghilangkan pandangan seperti itu. Bukan hanya dalam kehidupan sekarang ini kita terikat dengan bentuk ritual dan upacara- upacara seperti itu, tetapi juga dengan bentuk ketahayulan yang sudah berjuta-juta sampai tak terhitung berapa kali kita mengalami bentuk kelahiran, kemelekatan yang masih ada didalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita sekarang inilah saat yang paling tepat, selagi kita terlahir sebagai manusia dan mengenal dhamma untuk menghapus setahap demi setahap pandangan salah itu. Sungguh sulit untuk dapat terlahir sebagai manusia, sungguh sulit kehidupan manusia, sungguh sulit untuk mendengarkan ajaran kebenaran, begitu pula sungguh sulit munculnya seorang Buddha (Dhammapada, XIV : 182).
Secara umum bahwa manusia mencari perlindungan karena adanya rasa takut, dan keinginan untuk mendapatkan kebahagiaan. Apa yang mendasari timbulnya ras takut dan keinginan untuk mencapai suatu kebahagiaan itu? Pada dasarnya manusia cenderung untuk memberontak dan tidak merasa puas pada satu kondisi yang dianggapnya tidak menyenangkan seperti; dicela, tidak disenangi di masyarakat (nama buruk), dirugikan, berpisah dengan orang yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci, dan sebagainya. Kondisi batin diatas bisa muncul karena adanya keserakahan (loba) dan keinginan untuk selalu dalam kondisi yang menyenangkan. Maka melalui keinginan yang kuat terhadap suatu obyek, akan menimbulkan penderitaan dan ketakutan. Takut kalau keinginanya tidak tercapai dan takut untuk mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan
Jelaslah bahwa yang mendasari timbulnya ketakutan adalah lobha, dosa, dan moha dalam batin. Dari kemelekatan timbul kesedihan, dari kemelekatan timbulah ketakutan, dari nafsu timbullah kesedihan, dari nafsu timbulahketakutan, dari keinginan timbulah kesedihan, dari keinginan timbul ketakutan bagi orang yang terbebas dari kemelekatan dan keinginan tiada lagi kesedihan dan ketakutan.
C. Perlindungan Dalam Hal Umum
Perlindungan dalam pandangan umum dapat dikatakan adalah sesuatu yang dituju dan dapat memberikan suatu ketenangan serta rasa aman, apabila seseorang merasa susah dan sedih akan hal-hal yang dialaminya maka akan berusaha untuk mencari suatu ketenangan dan ketentraman. Ketika pendudukMalasiya negara tetangga kita yang semakin padat, karena semakin banyak tenaga kerja dari Indonesia secara tidak resmi maka melakukan deportasi dan ahkirnya banyak para tenaga kerja Indonesia yang terlantar maka dengan penuh kebijaksanaan pemerintah Indonesia berusaha untuk melindunginya, menanggung biaya penggembalian penduduknya ke asalnya dan memberikan pengarahan, ketika nilai rupiah anjlok, maka para ibu-ibu rumah tangga berusaha untuk melindungi hartanya dengan membeli dolar, ketika seseorang mengalami frustasi dan cemas ia mungkin mencari perlindungan kepada sahabatnya dan ketika ajalnya datang mendekat, mungkin pula mencari suatu perlindungan tentang kepercayan adanya surga yang kekal abadi. Tetapi itu semua bukanlah bentuk perlindungan yang aman atau utama. Karena tidak didasarkan atas kenyataan dan tidak akan membebaskan kita dari penderitaan.
D. Perlindungan Yang Aman
Orang mencari perlindungan karena adanya rasa takut dan berkeinginan untuk tenang, tentram dan bahagia, maka sesuatu dapat dikatakan sebagai perlindungan yang aman jika mampu menghilangkan rasa takut dan memberikan kebahagiaan seseorang. Untuk mencari perlindungan seperti itu orang dapat melakukannya dalam dua level, yaitu :
1.Kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yaitu mencari perlindungan kepada mahluk lain atau yang berada di luar diri sendiri. Mereka selalu mengharapkan kesejahteraan, keselamatan, usia panjang, dengan memohon mahluk yang lain, tetapi masih menyakiti dan menyiksa mahluk lain yang lebih lemah. Memohon untuk terlahir dialam yang berbahagia setelah kematiannya, namun masih tetap melakukan perbuatan yang tercela dalam hidupnya.
2.Ia menyadari suatu perlindungan yang aman dapat ia cari dari perbuatannya sendiri. Tak ada sesuatu pun yang timbul tanpa adanya suatu sebab yang mendahuluinya. Keselamatan, kesehatan, penyakit, penderitaan maupun nama baik timbul karena suatu perbuatanya sendiri. Mendapatkan kekayaan karena giat bekerjadan berusaha (faktor masa sekarang), sering berdana (faktor masa lalu) serta tidak suka mencuri barang orang lain semua ini tersirat dalam kutipan parita Brhamaviharaparanam, yaitu:
……………Aku adalah pemilik karmaku sendiri, pewaris karmaku sendiri, terlahir dari karmaku sendiri, behubungan dari karmaku sendiri, terlindungi oleh karmaku sendiri, apapun karma yang kuperbuat, baik atau buruk itulah yang akan ku warisi.
Dengan demikian setiap saat penuh dengan pengendalian diri, menyadari akan hal ini dan menyelidiki kedalam batin sendiri, maka kebahagiaan (Nibbana) adalah buahnya, yaitu lenyapnya semua kekotoran batin (loba, dosa, moha) yang berarti pula lenyapnya rasa takut dan tercapainya kebahagian yang sejati, berada diluar baik dan buruk tak ada rasa pamprih lagi, inilah perlindungan yang aman.
E. Perlindungan Utama Dalam Ajaran Sang Buddha
Apa yang dimaksud perlindungan yang utama? Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda; “Ia yang berlindung pada Buddha, Dhamma, dan Sangha dengan penuh kebijaksanaan dapat melihat empat kesunyataan mulia, yaitu: Dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha serta jalan mulia berfaktor delapan yang menuju akhir dukkha. Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama, dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari penderitaan (Dhammapada XIV ; 190-192).
Sekarang apa yang dimaksud perlindungan terhadap Buddha? Jika seseorang pergi berlindungBuddha, maka ia harus menyadari dan menerima kenyataan bahwa ia pun dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha. Apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha? Sang Buddha telah mencapai suatu ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertinggi dan Nibbana. Kita pun bisa mencapai ketenangan, kebahagiaan, kesempurnaan tertiggi dan Nibbana. Yang menjadi suatu pernyataan adalah saat ini bagaimana caranya? Apakah hanya cukup menyatakan aku berlindung pada Buddha? Tentu tidak! Jawaban atas pertanyaan ini dapat kita temui dalam perlindungan yang ke dua yaitu perlindungan terhadap Dhamma.
Suatu ketika Sang Buddha berada dipinggiran sebuah hutan, beliau lalu mengambil segenggam daun yang berserakan di tanah dan berkata;” Wahai para Bhikkhu….. yang mana lebih banyak daun yang ada di hutan atau yang ada pada genggaman saya?”. Bhikkhu pun menjawab daun dihutanlah jauh lebih banyak Bhante. Sang Buddha melanjutkan “Begitu pula Dhamma yang telah diketahui adalah sebanyak daun yang ada di hutan tetapi Dhamma yang kuajarkan kepada-Mu hanyalah bagaikan segenggam daun ini, tetapi ini adalah cukup untuk membebaskan dari penderitaan”.
Atas dasar pernyataan tersebut jelaslah bahwa Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha adalah Dhamma yang merupakan pelindung kita yang ke dua dapat membebaskan diri kitadari penderitaan dan mencapai kebahagiaan. Perlindungan terhadap Dhamma berarti berusaha memahami empat kesunyataan mulia dan melandasi hidup kita dengan jalan mulia beruas delapan.
Perlindungan kita yang ketiga adalah perlindungan tehadap Sangha. Yang dimaksudkan perlindungan terhadap sangha adalah menerima dukungan inspirasi serta bimbingan dari mereka yang melaksanakan jalan mulia beruas delapan, siapakah mereka? Mereka adalah para Bhikku Sangha baik yang telah mencapai tingkat kesucian maupun yang belum. Itulah tiga perlindungan yang utama dan yang aman, perlindungan yang nyata dan dapat diandalkan bagi siapapun mahkluk di dunia, maka dari itu temukanlah tiga perlindungan ini dan manfaatkan sehingga penderitaan dapat di ahkirinya dan kebahagiaan tercapai.
Ada sebuah syair yang memperkokoh perlindungan ini dan meningkatkan rasa keyakinan kita kepada Sang Tiratana, yaitu:
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Buddha – lah sesungguhnya perlindunganku
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Dhamma – lah sesungguhnya perlindunganku
* Tiada perlindungan lain bagiku Sang Sangha – lah sesungguhnya perlindunganku
Berkat kesungguhan peryataan ini semoga aku/Anda selamat dan sejahtera.
(Saccakiriya Gatha).
Ketiga syair inilah yang memiliki esensi yang sama, karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, Dhamma dilestarikan oleh Sangha. Sedangkan Sangha adalah siswa Ariya Sang Buddha. Ibaratnya tiga tiang kayu yang saling menopang dan menyangga dengan baik.Jika kita berlindung salah satu maka secara otomatis berlindung kepada ketiganya. Sang Buddha adalah perlindungan yang tertinggi demikian pula Dhamma dan Sangha dalam sifatnya yang khusus secara masing-masing.
Dalam kesempatan yang lain Sang Buddha menyatakan bahwa diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, mendengar peryataan tersebut mungkin diantara kita, bertanya-tanya. Apakah pertanyaan tersebut saling berlawanan? Jika dilihat sepintas tampaklah memang berlawanan tetapi sesungguhnya adalah tidak. Marilah kita lebih jauh melihat kedepan, jika kita ibaratkan, hidup kita ini seperti sebuah perjalanan yang melintas hutan samsara, kita mengambil Sang Buddha sebagai orang-orang yang terus berjalan pada jalan Dhamma sambil membimbing dan memberikan petunjuk kepada diri kita yang berjalan dibelakang Sangha.
Diri kita yang dimaksudkan disini adalah diri kita sendiri yang semenjak lahir hingga dewasa sampai sekarang ini tidak bisa kita tinggalkan dan telah tergantung pada kita sendiri. Marilah kita simak contoh yang lain, balita tidaklah mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya, orang tuanya haruslah selalu membantu dan menopang hidupnya, tetapi dalam hal yang penting justru ia harus tergantung pada diri sendiri, orang tuanya dapat menyediakan makanan dan usaha yang paling mungkin dilakukan adalah meletakan makanan tersebut dimulut si bayi tetapi untuk dapat mencerna makanan tersebut si bayi harus berusaha dan tergantung pada dirinya sendiri. Ketika bayi tersebut berangsur-angsur tumbuh sehat dan menjadi anak-anak maka tiba waktunya untuk sekolah. Disini kembali orang tua hanyalah dapat membantu mencarikan uang sekolah, membayar SPP, member uang jajan, dan keperluan sekolah yang lain. Tetapi dalam hal belajar ia harus tergantung pada dirinya sendiri, ia harus tergantung pada kemampuan mencerap kemampuan pelajaran yang diberikan oleh gurunya, orang tua hanyalah dapat membantunya dalam materi maupun untuk belajar, sejauh mana anak tersebut dapat mencerap pelajaran itu tergantung pada usaha dan kemampuannya.
Dari contoh-contoh diatas jelaslah sudah bahwa Sang Buddha telah memberikan suatu petunjuk, Dhamma yang telah diputar, Sangha telah memberikan contoh dan diri kita sendirilah yang berlatih dalam mengikuti ajaran dan petunjuk Sang guru. Buddha, Dhamma dan Sangha telah menjadikan pelindung bagi kita, diri sendiri yang harus menentukan pada kemampuan dan tekat itu untuk menuju kebahagiaan.
Setelah kita mengetahui bahwa Tisarana telah menjadi perlindungan bagi kita yang dapat diandalkan, mungkin diantara mereka ada yang berpikir dimanakah Sang Buddha bersemayam? Kita yang mempelajari sejarah akan mengatakan bahwa sekarang yang tinggal hanyalah Dhamma dan vinaya. Dhamma dan vinaya yang menjadi wakil Sang Buddha. Hal ini dinyatakan oleh sendiri Sang Buddha menjelang Beliau parinibbana. Tetapi diantara kita ada yang berpikir dengan mengatakan bahwa Sang Buddha telah mencapai kebenaran Dhamma yang kekal. Beliau ada dan tetap ada selamanya, dimana beliau sekarang? Beliau ada didalam kebenaran Dhamma yang kekal. Ungkapan tersebut bukanlah tanpa dasar, jika kita inginkan melihat Sang Buddha kita harus mempraktekan Dhamma, kita harus melestarikan Dhamma dengan melatih konsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan. Hingga suatu saat nanti melihat indahnya dhamma (sang jalan) dengan pandangan yang benar. Sang Buddha telah menyatakan bahwa siapapun yang dapat melihat kebenaran Dhamma berarti dapat melihat Sang Buddha. Kesaksian tersebut menegaskan bahwa SangBuddah ada dan benar-benar dapat dilihat. Jadi memutuskan untuk berlindungan kepada Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang bukan berlindung kepada kekosongan, tetapi Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang sejati.
Salah satu metode latihan yang dapat kita gunakan untuk berlindung kepada Sang Buddha adalah dengan merenungakan sifat-sifat luhur yang dimiliki oleh Sang Buddha yang terungkap dalam syair Paritta Buddhanussati;
“Demikianlah Sang Baghava, Yang Maha Suci yang telah mencapai peneranganan sempurna, sempurna pengetahuan serta tidak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Sang Jalan (Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia yang sadar (bangun, yang patut dimuliakan)……..”
Kita harus brlatih dengan baik dalam perenungan ini, sampai dapat berkonsentrasi maka kegelisahan, kekawatiran, ketakutan dan kekecewaan serta frustasi akan lenyap adanya sehingga akan tampak jelas cara yang baik untuk memecahkan masalah yang ada.
Yang terpenting adalah; mempraktekan pikiran da mempertahankan pikiran juga berada dalam perlindungan Sang Buddha. Pikiran yang berada didalam perlindungan tersebut akan bersifat hangat dan tidak kesepaian, berani tidak takut, kuat tidak lemah dan murni tidak keruh. Pikiran tersebut cenderung memunculkan pandangan benar yan merupakan suatu alat seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
F. Kesimpulan
Marilah kita berlindung kepada Sang Buddha Guru pembimbing kita dengan cara berkonsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan sehingga kita dapat memiliki keyakinan yang kuat, melihat Sang Dhamma yang berarti melihat Sang Buddha. Ingatlah bahwa Sang Buddha dan ajaranya adalah benar-benar perlindungan kita yang nyata dan dapat diandalkan serta dibuktikan kebenarannya oleh siapapun mahluk didunia ini serta para siswanya, yaitu Sang Sangha yang telah melaksanakan Dhamma dan berupaya teguh pada sila dan vinaya secara sempurna, bertindak jujur, berjalan dijalan yang benar, penuh tanggung jawab dalam tindakan serta patut menerima persembahan, ladang yang subur untuk menanan kebijaksanaan, patut dicontoh. Landasan dari bentuk perlindungan ini adalah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Buddah, Dhamma dan Sangha dalam bentuk aspeknya sebagai perlindungan yang mempunyai sifat mengatasi keduniawian, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan menifestasi dari pada yang Mutlak, Yang Esa, Yang menjadi tujuan terahkir bagi semua mahluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian yang tertinggi yang dapat ditangkap oleh manusia biasa, oleh karena itu diajarka sebagai perlindungan yang tertinggi oleh Sang Buddha. Jadi Buddha, Dhamma dan Sangha adalah merupaka bentuk menifestasi perwujudan, pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Esa dari alam semesta ini, yang di puja dan dianut oleh umat Buddha di dunia sehingga tercapainya Nibbana. Hal ini hanyalah dapat dicapai dan dirasakan dengan suatu usaha dan merealisasinya dari kebenaran Dhamma.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Sadhu……Sadhu……Sadhu……….
Sumber Pustaka:
Alm. Ven. Narada Mahathera, 1998, Sang Buddha dan Ajaran-Ajaranya, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta.
…………,1980, Kebahagiaan Dalam Dhamma, Majelis Buddhayana Indonesia, Jakarta
Dr. R. Surya Widya, pandita Sasanadhaja, 2001, Dhammapada, Yayasan Abdi Dhamma Indonesia, Jakarta
Pandita S. Widyadharma, 1979, Riwayat Hidup Buddha Gotama, Yayasan Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta.
Berkat kesungguhan peryataan ini semoga aku/Anda selamat dan sejahtera.
(Saccakiriya Gatha).
Ketiga syair inilah yang memiliki esensi yang sama, karena ketiganya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainya. Sang Buddha mewujudkan Dhamma, Dhamma dilestarikan oleh Sangha. Sedangkan Sangha adalah siswa Ariya Sang Buddha. Ibaratnya tiga tiang kayu yang saling menopang dan menyangga dengan baik.Jika kita berlindung salah satu maka secara otomatis berlindung kepada ketiganya. Sang Buddha adalah perlindungan yang tertinggi demikian pula Dhamma dan Sangha dalam sifatnya yang khusus secara masing-masing.
Dalam kesempatan yang lain Sang Buddha menyatakan bahwa diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri, mendengar peryataan tersebut mungkin diantara kita, bertanya-tanya. Apakah pertanyaan tersebut saling berlawanan? Jika dilihat sepintas tampaklah memang berlawanan tetapi sesungguhnya adalah tidak. Marilah kita lebih jauh melihat kedepan, jika kita ibaratkan, hidup kita ini seperti sebuah perjalanan yang melintas hutan samsara, kita mengambil Sang Buddha sebagai orang-orang yang terus berjalan pada jalan Dhamma sambil membimbing dan memberikan petunjuk kepada diri kita yang berjalan dibelakang Sangha.
Diri kita yang dimaksudkan disini adalah diri kita sendiri yang semenjak lahir hingga dewasa sampai sekarang ini tidak bisa kita tinggalkan dan telah tergantung pada kita sendiri. Marilah kita simak contoh yang lain, balita tidaklah mungkin memenuhi kebutuhan hidupnya, orang tuanya haruslah selalu membantu dan menopang hidupnya, tetapi dalam hal yang penting justru ia harus tergantung pada diri sendiri, orang tuanya dapat menyediakan makanan dan usaha yang paling mungkin dilakukan adalah meletakan makanan tersebut dimulut si bayi tetapi untuk dapat mencerna makanan tersebut si bayi harus berusaha dan tergantung pada dirinya sendiri. Ketika bayi tersebut berangsur-angsur tumbuh sehat dan menjadi anak-anak maka tiba waktunya untuk sekolah. Disini kembali orang tua hanyalah dapat membantu mencarikan uang sekolah, membayar SPP, member uang jajan, dan keperluan sekolah yang lain. Tetapi dalam hal belajar ia harus tergantung pada dirinya sendiri, ia harus tergantung pada kemampuan mencerap kemampuan pelajaran yang diberikan oleh gurunya, orang tua hanyalah dapat membantunya dalam materi maupun untuk belajar, sejauh mana anak tersebut dapat mencerap pelajaran itu tergantung pada usaha dan kemampuannya.
Dari contoh-contoh diatas jelaslah sudah bahwa Sang Buddha telah memberikan suatu petunjuk, Dhamma yang telah diputar, Sangha telah memberikan contoh dan diri kita sendirilah yang berlatih dalam mengikuti ajaran dan petunjuk Sang guru. Buddha, Dhamma dan Sangha telah menjadikan pelindung bagi kita, diri sendiri yang harus menentukan pada kemampuan dan tekat itu untuk menuju kebahagiaan.
Setelah kita mengetahui bahwa Tisarana telah menjadi perlindungan bagi kita yang dapat diandalkan, mungkin diantara mereka ada yang berpikir dimanakah Sang Buddha bersemayam? Kita yang mempelajari sejarah akan mengatakan bahwa sekarang yang tinggal hanyalah Dhamma dan vinaya. Dhamma dan vinaya yang menjadi wakil Sang Buddha. Hal ini dinyatakan oleh sendiri Sang Buddha menjelang Beliau parinibbana. Tetapi diantara kita ada yang berpikir dengan mengatakan bahwa Sang Buddha telah mencapai kebenaran Dhamma yang kekal. Beliau ada dan tetap ada selamanya, dimana beliau sekarang? Beliau ada didalam kebenaran Dhamma yang kekal. Ungkapan tersebut bukanlah tanpa dasar, jika kita inginkan melihat Sang Buddha kita harus mempraktekan Dhamma, kita harus melestarikan Dhamma dengan melatih konsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan. Hingga suatu saat nanti melihat indahnya dhamma (sang jalan) dengan pandangan yang benar. Sang Buddha telah menyatakan bahwa siapapun yang dapat melihat kebenaran Dhamma berarti dapat melihat Sang Buddha. Kesaksian tersebut menegaskan bahwa SangBuddah ada dan benar-benar dapat dilihat. Jadi memutuskan untuk berlindungan kepada Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang bukan berlindung kepada kekosongan, tetapi Sang Tri Ratna adalah merupakan satu bentuk perlindungan yang sejati.
Salah satu metode latihan yang dapat kita gunakan untuk berlindung kepada Sang Buddha adalah dengan merenungakan sifat-sifat luhur yang dimiliki oleh Sang Buddha yang terungkap dalam syair Paritta Buddhanussati;
“Demikianlah Sang Baghava, Yang Maha Suci yang telah mencapai peneranganan sempurna, sempurna pengetahuan serta tidak-tanduk-Nya, sempurna menempuh Sang Jalan (Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, Guru para dewa dan manusia yang sadar (bangun, yang patut dimuliakan)……..”
Kita harus brlatih dengan baik dalam perenungan ini, sampai dapat berkonsentrasi maka kegelisahan, kekawatiran, ketakutan dan kekecewaan serta frustasi akan lenyap adanya sehingga akan tampak jelas cara yang baik untuk memecahkan masalah yang ada.
Yang terpenting adalah; mempraktekan pikiran da mempertahankan pikiran juga berada dalam perlindungan Sang Buddha. Pikiran yang berada didalam perlindungan tersebut akan bersifat hangat dan tidak kesepaian, berani tidak takut, kuat tidak lemah dan murni tidak keruh. Pikiran tersebut cenderung memunculkan pandangan benar yan merupakan suatu alat seseorang untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
F. Kesimpulan
Marilah kita berlindung kepada Sang Buddha Guru pembimbing kita dengan cara berkonsentrasi dan membangun suatu kebijaksanaan sehingga kita dapat memiliki keyakinan yang kuat, melihat Sang Dhamma yang berarti melihat Sang Buddha. Ingatlah bahwa Sang Buddha dan ajaranya adalah benar-benar perlindungan kita yang nyata dan dapat diandalkan serta dibuktikan kebenarannya oleh siapapun mahluk didunia ini serta para siswanya, yaitu Sang Sangha yang telah melaksanakan Dhamma dan berupaya teguh pada sila dan vinaya secara sempurna, bertindak jujur, berjalan dijalan yang benar, penuh tanggung jawab dalam tindakan serta patut menerima persembahan, ladang yang subur untuk menanan kebijaksanaan, patut dicontoh. Landasan dari bentuk perlindungan ini adalah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa Buddah, Dhamma dan Sangha dalam bentuk aspeknya sebagai perlindungan yang mempunyai sifat mengatasi keduniawian, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan menifestasi dari pada yang Mutlak, Yang Esa, Yang menjadi tujuan terahkir bagi semua mahluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian yang tertinggi yang dapat ditangkap oleh manusia biasa, oleh karena itu diajarka sebagai perlindungan yang tertinggi oleh Sang Buddha. Jadi Buddha, Dhamma dan Sangha adalah merupaka bentuk menifestasi perwujudan, pengejawantahan dari Tuhan Yang Maha Esa dari alam semesta ini, yang di puja dan dianut oleh umat Buddha di dunia sehingga tercapainya Nibbana. Hal ini hanyalah dapat dicapai dan dirasakan dengan suatu usaha dan merealisasinya dari kebenaran Dhamma.
Semoga semua mahluk hidup berbahagia.
Sadhu……Sadhu……Sadhu……….
Sumber Pustaka:
Alm. Ven. Narada Mahathera, 1998, Sang Buddha dan Ajaran-Ajaranya, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta.
…………,1980, Kebahagiaan Dalam Dhamma, Majelis Buddhayana Indonesia, Jakarta
Dr. R. Surya Widya, pandita Sasanadhaja, 2001, Dhammapada, Yayasan Abdi Dhamma Indonesia, Jakarta
Pandita S. Widyadharma, 1979, Riwayat Hidup Buddha Gotama, Yayasan Pendidikan Buddhis Nalanda, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar