Senin, 27 Mei 2013

Materi Kelas VII Semester Genap


A.       PENGERTIAN SILA
1.     Sila adalah etika atau moral yang dilakukan berdasarkankehendak atau cetana. Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang artinya “kebiasaan atau adat”.
2.        Oleh karena itu etika sering dijelaskan sebagai moral. Dalam pandangan Buddhis sila memiliki banyak arti antara lain: norma (kaidah), peraturan, perintah, sikap, keadaan, perilaku, sopan santun, dan sebagainya.

3.        Sila pertama kali diajarkan sang Buddha kepada lima orang pertapa ketika menyampaikan khotbah pertama di Taman Rusa Isipatana.
4.        Dalam khotbah tersebut dijelaskan tentang jalan menuju lenyapnya dukkha, yang dinamakan jalan mulia berunsur delapan atau jalan tengah.
5.        Dalam jalan mulia berunsur delapan,  sila memiliki kelompok Ucapan benar, Perbuatan benar dan Mata Pencaharian benar. Sila merupakan dasar yang paling utama dalam pengamalan kehidupan beragama.
6.        Dengan memiliki agama merupakan langkah awal yang sangat penting untuk mencapai kehidupan yang luhur. Hal tersebut disampaikan dalam Kitab Saṁyutta Nikaya V, 143, antara lain: “Apakah permulaan dari batin yang luhur? Sila yang sempurna“.

B.        CIRI, FUNGSI, WUJUD, DAN SEBAB TERDEKAT DARI SILA
1.        Ciri Sila adalah ketertiban dan ketenangan
2.        Fungsi Sila adalah untuk menghancurkan yang salah dan menjaga agar orang tetap tidak bersalah
3.        Wujud Sila adalah kesucian
4.        Sebab terdekat Sila adalah Hiri dan Ottapa; hiri adalah perasaan malu untuk berbuat jahat atau kesalahan, sedangkan Ottapa adalah perasaan takut akan akibat dari perbuatan jahat. Hiri dan Ottapa disebut pelindung dunia.

C.        PEMBAGIAN SILA
1.        Sila menurut jenisnya terdiri dari 2 macam, yaitu:
a.      Pakati Sila, artinya sila alamiah (sila yang tidak dibuat oleh manusia). Contohnya hukum tertib kosmis (utu-niyama, bija-niyama, kamma-niyama, dhamma-niyama, dan citta-niyama).
b.      Paññati Sila, adalah sila yang dibuat oleh manusia berdasarkan kesepakatan atas dasar tujuan tertentu. Contoh: peraturan kebhikkhuan, adat istiadat, peraturan Negara, dan lain-lain.


2.        Sila menurut pelaksanaannya terdiri dari 3 macam, yaitu:
a.      Sikkhapada sila yaitu melakukan latihan pengendalian diri
b.      Carita sila yaitu sila dalam aspek positif (mengembangkan 10 perbuatan baik)
c.        Varita sila yaitu sila dalam aspek negatif (10 karma buruk).

3.        Sila menurut jumlah latihannya terdiri dari 3 macam, yaitu:
a.      Cula Sila, adalah cara pengendalian diri dari segala perbuatan dan ucapan yang tidak baik. Disebut Cula Sila karena jumlah sila tersebut paling sedikit yaitu lima sila yang dilaksanakan oleh umat biasa atau upasaka dan upasika.
b.      Majjhima Sila, adalah sila yang sedang dalam jumlah peraturan. Sila ini terdiri dari sepuluh latihan (Dasasila) dilaksanakan oleh samanera.
c.       Maha Sila, adalah sila yang banyak/berat dalam jumlah peraturan. Sila ini disebut Patimokkhasila dilaksanakan oleh para bhikkhu berjumlah 227 latihan dan bhikkhuni berjumlah 311 latihan.

4.        Sila menurut jenis orang yang melaksanakan terdiri dari 3 macam, yaitu:
a.      Sila upasaka-upasika, adalah pancasila Buddhis. Bila kelima sila ini dilaksanakan dengan sungguh-sungguh maka akan memiliki 5 macam kekayaan, antara lain:
·         Keyakinan terhadap Triratna dan diri sendiri
·         Kemurnian sila dan pelaksanaannya
·         Keyakinan terhadap hukum karma
·         Mencari kebaikan di dalam dhamma
·         Berbuat baik sesuai dengan dhamma
b.      Sila bagi Samanera-samaneri, adalah majjhima sila (sila menengah). Untuk aliran Theravada melaksanakan 10 sila dan 75 sekhiya. Untuk aliran Mahayana melaksanakan 10 sila dan 100 siksakaranya.
c.       Sila para bhikkhu dan bhikkhuni disebut patimokkhasila atau panita sila (sila yang tinggi). Sila bagi bhikkhu Theravada berjumlah 227 sila, bhikkhuni 311 sila. Khusus sila bagi para bhikkhuni Theravada telah dihapuskan sejak tahun 1257 m karena dalam aliran Theravada tidak ada lagi sangha bhikkhuni. Sila bagi bhikkhu Mahayana berjumlah 250 sila dan bhikkhuni 348 sila.






D.       DASA PUÑÑAKIRIYAVATTHU ( 10 cara berbuat kebajikan/jasa) dan
DASA AKUSALAKAMMA (10 perbuatan jahat)                                          

Dasa Puññakiriyavatthu
Dasa Akusalakamma
a.      Dana
b.      Sila
c.       Bhavana

d.      Apacayana
e.      Veyyavacca


f.        Pattidana

g.      Pattanumodana

h.      Dhammasavana

i.        Dhammadesana

j.        Ditthujukkama
Idem
Idem
Bermeditasi membersihkan kekotoran batin
Berendah hati dan hormat
Berbakti dan bersemangat melakukan hal-hal yang patut dilakukan
Suka membagi kebahagiaan kepada orang lain
Bersimpati terhadap kebahagiaan orang lain
Mempelajari dan rajin mendengarkan Dhamma
Menyebarkan dan menerangkan dhamma
Berpandangan hidup yang benar

a.
b.
c.
d.
e.
f.

g.
h.
i.

j.
Lobha (Keserakahan)
Dosa (Kebencian)
Moha (Kebodohan)
Membunuh
Mencuri
Berzinah/berbuat tidak senonoh
Berdusta
Berbicara kasar/menghina
Berbicara keburukan orang lain
Omong kosong (dilak. Oleh ucapan)






















PANCASILA BUDDHIS

1.        Pancasila adalah lima latihan kemoralan yang wajib dilaksanakan oleh kita (umat Buddha) semua dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila (Lima latihan kemoralan) terdiri dari:
1)      Pānātipātā Veraman,i artinya melatih diri menghindari pembunuhan.
2)      Adinnādānā Veramani, artinya melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan (mencuri).
3)      Kāmesumicchācārā Veramani, artinya melatih diri menghindari berbuat asusila (berhubungan kelamin yang bukan sebagai suami/istri).
4)      Musāvādā Veramani, artinya melatih diri menghindari berbohong, berkata kasar, memfitnah, dan omong kosong.
5)      Surāmerayamajjapamādatthānā Veramani, artinya melatih diri menghindari mengkonsumsi makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran (mabuk-mabukan).

2.        Syarat terjadinya pelanggaran lima sila:
a.      Syarat terjadinya pembunuhan adalah: adanya makhluk hidup, tahu bahwa makhluk itu hidup, ada niat/kehendak untuk membunuh, ada usaha untuk membunuh, makhluk tersebut mati/lenyap.
b.      Syarat terjadinya pencurian adalah: adanya barang, tahu bahwa barang itu milik orang lain, ada niat/kehendak untuk mengambil, ada usaha, barang tersebut berpindah tempat.
c.       Syarat terjadinya perbuatan asusila adalah: ada obyek, ada niat untuk melakukan, ada usaha melakukan, berhasil melakukan.
d.      Syarat terjadinya berkata kasar/berbohong/memfitnah/omong kosong adalah: ada hal yang tidak benar, ada niat untuk menyampaikan, ada usaha, ada orang lain yang mendengar.
e.      Syarat terjadinya pelanggaran sila kelima adalah: adanya barang yang memabukkan, mempunyai niat untuk meminum, melakukan usaha untuk minum, barang tersebut termakan/terminum.

3.        Akibat Pelanggaran Pancasila:
a.      Akibat buruk dari membunuh yaitu: umur pendek, sering sakit-sakitan, selalu bersedih karena berpisah dengan yang dicintai, selalu ketakutan
b.      Akibat buruk dari mencuri yaitu: kemiskinan, penderitaan, kekecewaan, hidupnya bergantung pada orang lain
c.       Akibat berbuat asusila yaitu: mempunyai banyak musuh, mendapat suami atau istri yang tidak diinginkan, lahir dengan keadaan biologis yang tidak sempurna, menjadi waria
d.      Akibat ucapan tidak benar:
·         Berbohong yaitu: menjadi sasaran fitnah dan cacimakian, tidak dipercaya,mulut berbau
·         Akibat memfitnah: pecahnya persahabatan tanpa sebab
·         Akibat berkata kasar: dibenci pihak lain walaupun tidak mutlak salah, memiliki suara parau
·         Akibat bergunjing adalah: tidak dipercaya orang lain

e.      Akibat Minum-minuman yang memabukkan: kecerdasan menurun, menjadi orang bodoh, menjadi gila.


MANFAAT PELAKSANAAN SILA

1.        Manfaat sila bagi perumah tangga sesuai dengan kotbah sang Buddha dalam Maha Parinibbana Sutta adalah:
·      Memiliki banyak harta kekayaan
·      Nama dan kemasyurannya akan bertambah luas
·      Menghadiri pertemuan tanpa ketakutan dan keragu-raguan
·      Sewaktu akan meninggal hatinya tenang
·      Penyebab terlahir di alam surga

2.        Tujuan tertinggi melaksanakan sila adalah untuk mencapai Nibbana. Nibbana tidak sama dengan surga. Bedanya: Surga adalah tempat berdiamnya makhluk yang menerima akibat perbuatan baiknya.
3.        Nibbana adalah keadaan dimana suatu makhluk terbebas dari kilesa (kekotoran batin).
4.        Hubungan dhamma dan vinaya sangat erat, karena mengajar dhamma tanpa vinaya sama artinya mengajarkan jalan tanpa menunjukkan bagaimana cara memulai dan menempuhnya.
5.        Pahala melaksanakan sila:
·         Bebas dari penyesalan
·         Bebas dari penyesalan menimbulkan kebahagiaan
·         Kebahagiaan menimbulkan kegembiraan
·         Kegembiraan dapat menimbulkan kegiuran (piti)
·         Kegiuran dapat menimbulkan ketenangan (passadi)
·         Ketenangan akan menimbulkan pemusatan pikiran (ekaggata)
·         Pemusatan akan menimbulkan pengetahuan (anulomañana)
·         Pengetahuan akan mendorong untuk mencari kebenaran (muncitukamyata ñana)
·         Usaha untuk mencari kebenaran akan mendapatkan pengetahuan tentang kebebasan (nibbana ñana)
·         Pengetahuan tentang kebebasan akan membawa orang kepada kebebasan (nibbana).



PANCADHARMA

Jika Pancasila bersifat bersifat pasif maka pancadharma bersifat aktif. Sifat aktif inilah yang membuat pancadharma disebut kalyanadharma yaitu memuliyakan seseorang yang mempraktekkannya.

1.        Metta-Karuna, adalah cinta kasih dan belas kasihan terhadap semua makhluk. Kalau seseorang dapat melaksanakan metta-karuna dengan baik, maka ia akan dapat menghindari pembunuhan makhluk hidup, sehingga sila pertama dalam Pancasila Buddhis akan akan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.        Samma-Ajiva, adalah matapencaharian benar, maksudnya adalah mencari penghidupan dengan cara yang baik, yaitu:
o  tidak mengakibatkan pembunuhan
o  wajar dan halal (bukan hasil pencurian, mencopet dan merampok)
o  tidak berdasarkan penipuan
o  tidak berdasarkan ilmu yang rendah seperti meramal, perdukunan, dll.
Jika kita dapat melaksanakan dhamma kedua ini dengan baik, maka kita akan dapat melaksanakan sila kedua dalam Pancasila Buddhis.
3.        Santutthi, artinya puas dengan apa yang dimiliki
Contoh: jika sudah punya istri/suami harus puas dengan istri/suami tersebut dan tidak melakukan perjinahan dengan orang lain (sadarasantutthipativatti). Jika kita dapat melaksanakan hal tersebut maka kita dapat melaksanakan sila ketiga dalam Pancasila Buddhis.
4.        Sacca, artinya kebenaran atau kejujuran. Jujur disini berhubungan dengan pembicaraan seseorang terhadap orang lain yang disertai kehendak/niat. Jika kita dapat melaksanakan sacca berarti kita melaksanakan sila keempat dari pancasila Buddhis.
5.        Sati-Sampajañña, artinya ingat dan waspada.
Jika kita selalu ingat pada jenis-jenis makan dan minuman yang dapat menimbulkan lenyapnya kesadaran serta tidak akan terjerat oleh semua hal sejenisnya, kewaspadaan dapat di bagi menjadi empat yaitu: kewaspadaan terhadap makanan, pekerjaan, tingkah laku, hakekat hidup dan kehidupan. Dengan memiliki sati-sapajañña maka kita akan dapat melaksanakan Sila kelima dari Pancasila Buddhis.



BRAHMA VIHARA

Brahma vihara adalah sifat batin yang luhur atau mulia atau tempat berdiamnya makhluk Brahma (makhluk dewa tingkat tinggi). Sifat ini terdapat dalam diri manusia baik yang jahat maupun yang baik.

Perbuatan Baik                                                           Perbuatan Buruk
1
Metta (cinta kasih)
1
Lobha (keserakahan)
2
Karuna (belas kasihan)
2
Dosa (kebencian)
3
Mudita (perasaan simpati)
3
Moha (kebodohan)
4
Upekkha (keseimbangan batin)
4
Irsia (iri hati)

Lobha dapat dihilangkan dengan mengembangkan Karuna,
Dosa dapat dihilangkan dengan mengembangkan Metta,
Moha dapat dihilangkan dengan mengembangkan Panna (Kebijaksanaan),
Irsia dapat dihilangkan dengan mengembangkan Mudita.
Bila manusia memiliki sifat terikat pada apa yang disenangi, dan sifat menolak pada apa yang tidak disenangi dapat dihilangkan dengan mengembangkan Upekkha.

Sifat luhur ini hendaknya dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari agar kita dapat menjadi manusia yang mulia, baik dalam tingkah laku, pikiran, dan ucapan. Keempat sifat luhur (baik) tersebut merupakan keadaan tanpa batas (appama
ñña).


A. METTA (CINTA KASIH)
Sifat luhur yang pertama adalah Metta (cinta kasih) yang universal (menyeluruh terhadap semua makhluk. Metta bukan berarti cinta kasih yang dilandasi oleh nafsu atau kecenderungan pribadi, karena kedua hal ini akan menimbulkan kesedihan. Metta dapat diumpamakan sebagai: “ seorang ibu yang melindungi anaknya yang tunggal, sekalipun mengorbankan kehidupannya, seharusnya seseorang yang memelihara cinta kasih yang tidak terbatas itu kepada semua makhluk”. Nasehat sang Buddha tersebut adalah perasaan cinta kasih yang tidak didasarkan pada nafsu seorang ibu terhadap anaknya, melainkan keinginan yang murni untuk membahagiakan anaknya.
Sifat yang baik dan mulia adalah corak yang khas dari metta. Orang yang melatih metta selalu gembira dalam memajukan kesejahteraan orang lain. Pahala melaksanakan metta, antara lain:

1.        Orang yang penuh metta akan tidur dengan tenang dan bahagia.
2.        Tidur dengan nyenyak
3.        Bangun tidur dengan segar
4.         Dicintai banyak orang
5.        Disayang oleh makhluk lain (termasuk binatang)
6.        Kebal terhadap ilmu hitam (kecuali karma buruknya sedang berbuah), terhindar dari bahaya
7.        Akan dilindungi oleh para dewa
8.        Dengan mudah memusatkan pikirannya
9.        Wajahnya berseri-seri
10.    Meninggal dengan tenang
11.    Dengan pancaran cinta kasih bila meninggal wajahnya berseri-seri.

Cara melatih metta adalah:
Pertama kali metta harus dilatih terhadap dirinya sendiri. Ketika melatih metta pikiran harus tenang, positif, bahagia. Setelah itu ia harus merenungkan agar hidup tenang, terbebas dari penderitaan, kesakitan, kegelisahan, ketakutan, dan seterusnya dengan pikiran tidak melekat dengan apa yang kita pikirkan. Hal ini harus dilatih sesering mungkin agar mendapatkan hasil yang maksimal. Sang Buddha bersabda : “Ditengah-tengah orang yang membenci, hendaklah seseorang hidup bebas dari kebencian”. Sasaran utama mengembangkan metta adalah terhadap semua makhluk.

B. KARUNA (BELAS KASIHAN)
Sifat luhur yang kedua adalah Karuna (belas kasihan), yang dirumuskan sebagai sesuatu yang dapat menggetarkan hati ke arah rasa kasihan bila mengetahui orang lain sedang menderita, atau kehendak untuk meringankan penderitaan orang lain. Dalam Jataka diceritakan, Dimana Sutasoma sebagai seorang Bodhisatva telah mengorbankan dirinya demi menolong seekor macan betina kelaparan yang ingin memakan anak-anaknya sendiri yang masih kecil-kecil guna menghilangkan laparnya. Bodhisatva Sutasoma mencegah niat macan itu, dan sebagai gantinya ia memberikan tubuhnya sendiri untuk dimakan.
Sesungguhnya, unsur kasih sayang-lah yang mendorong seseorang menolong orang lain dengan ketulusan hati. Orang yang memiliki kasih sayang yang murni tidak hidup untuk dirinya sendiri, melainkan untuk semua makhluk. Orang-orang yang pantas kita beri belas kasihan tidak hanya orang miskin saja tetapi juga orang yang kejam, pendendam, serakah, irihati, pemarah, serakah, mau menang sendiri, sakit, dan lain-lain. Sasaran utama mengembangkan karuna adalah terhadap makhluk yang sengsara dan menderita.

C. MUDITA (PERASAAN SIMPATI)
Sifat luhur yang ketiga adalah Mudita (perasaan simpati), yaitu ikut senang melihat orang lain senang atau perasaan gembira atas keberhasilan orang lain. Namun tidak bisa kita pungkiri bahwa sifat manusia yang menonjol adalah sifat irihati. Salah satu cara untuk menghilangkan perasaan irihati ini adalah mengembangkan mudita, karena mudita dapat mencabut akar irihati yang merusak. Mudita juga dapat menolong orang lain mencapai kebahagiaan. Sasaran utama mengembangkan mudita adalah terhadap makhluk yang makmur dan sejahtera.

D. UPEKKHA (KESEIMBANGAN BATIN)
Sifat luhur yang keempat adalah Upekkha (keseimbangan batin). Keseimbangan batin penting sekali terutama bagi umat awam yang hidup dalam dunia yang kacau balau, ditengah gelombang keadaan yang naik turun tidak menentu ini. Sang Buddha bersabda : “Orang bijaksana tidak menunjukkan rasa gembira maupun kecewa dengan pujian dan celaan. Mereka tetap teguh bagaikan batu karang yang tak tergoyahkan oleh badai”. Demikianlah mereka melatih keseimbangan batin.
Contoh Cerita: Pada suatu ketika Sang Buddha diundang oleh seorang Brahmana untuk bersantap dirumahnya, oleh karena diundang, maka Sang Buddha datang ke rumah Brahmana tersebut, tetapi ia bukannya menjamu Sang Buddha, melainkan malah mencerca Sang Buddha dengan kata-kata yang sangat kotor. Sang Buddha dikatakan seperti babi jalang, anjing, buaya, bangsat, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha tidak sedikitpun merasa terkejut, marah, membantah, dan sang Buddha sama sekali tidak dendam.

E. SIGALOVADA SUTTA
1.    Sigalovada Sutta adalah khotbah yang berisi wejangan/nasehat Sang Buddha kepada seorang pemuda bernama Sigala, putra seorang kepala keluarga yang tinggal di Rajagaha.
2.    Orang tuanya adalah penganut agama Buddha yang taat dan berbakti kepada Sang Buddha, tetapi tidak berhasil mengajak putranya mengikuti jejaknya.
3.    Berbagai usaha telah dilakukan agar Sigala mau bertemu dengan Sang Buddha tau siswa-siswanya untuk mendengarkan dhamma.
4.    Sigala beranggapan bahwa tidak ada gunanya mengunjungi Sang Buddha dan sagha (perkumpulan para bhikkhu dan bhikkhuni), karena hal tersebut tidak mendatangkan keuntungan materi, bahkan akan mengakibatkan kerugian materi.
5.    Pikiran Sigala hanya tertuju pada kesejahteraan materi dan beranggapan kegiatan mental spiritual tidak ada gunanya.
6.    Ketika ayahnya akan meninggal dunia, Ia berpesan agar Sigala melaksanakan permintaannya untuk menghormat enam penjuru pada waktu pagi-pagi sekali(subuh).
7.    Ayahnya meminta Sigala melakukan hal tersebut dengan harapan agar suatu ketika Sang Buddha atau para siswanya melihat dan berkesempatan untuk memberikan dhamma yang sesuai dengan Sigala.
8.    Pada suatu ketika Sang Buddha berdiam di hutan bambu dekat Rajagaha, dan melihat Sigala dengan pakaian dan rambut yang basah melaksanakan pesan ayahnya untuk memuja enam arah, meskipun tidak tau apa artinya dan ia melakukan sebagai rasa bakti dan penghormatan terhadap ayahnya.
9.    Sang Buddha memberitahu Sigala bahwa dalam ajaran-Nya tentang Ariyasa Vinaya(peraturan ariya), enam penjuru itu mempunyai arti:
a.    Arah Timur berarti menghormati orang tua
b.    Arah Selatan berarti menghormati guru
c.    Arah Barat berarti menghormati anak dan istri
d.    Arah Utara berarti menghormati sahabat
e.    Arah Atas(Zenith) berarti menghormati rohaniawan
f.     Arah Bawah(Nadir) berarti menghormati pelayan/karyawan
Ke-enam kelompok ini dalam agama Buddha diperlakukan sebagai sesuatu yang pantas dihormati dan dijaga.
10.    Bagaimana cara menghormat atau menjaga mereka? Sang Buddha bersabda bahwa kita dapat menghormat mereka dengan cara melaksanakan kewajibannya dengan baik dan benar. Terdapat 14 aspek negatif yang harus dihindari oleh kita antara lain:
a.    Empat cacat tingkah laku, antara lain: melakukan pembunuhan, melakukan pencurian, berhubungan kelamin(berzinah), berkata yang tidak benar.
b.    Empat dorongan melakukan kejahatan, antara lain: nafsu keinginan, kebencian, ketakutan, kebodohan.
c.    Enam saluran menghabiskan kekayaan, antara lain : minuman keras, judi, keluyuran tidak pada waktunya, bergaul dengan wanita/pria penghibur, memiliki teman yang jahat, malas.

11.    Aspek positif yang harus kita kembangkan adalah melaksanakan kewajiban timbal balik kepada mereka, antara lain:
a.      Kewajiban anak terhadap orang tua, yaitu:
-       Mendengarkan nasehatnya
-       Membantu orang tua dalam keadaan senang dan susah
-       Menjaga nama baik orang tua
-       Menghormati dan menjaga nama baiknya.
b.      Kewajiban orang tua terhadap anak, yaitu:
-       Memberikan pendidikan yang baik
-       Memberikan warisan kepada anaknya pada saat yang tepat
-       Menganjurkan anaknya berbuat kebaikan
-       Mencegah anaknya melakukan perbuatan yang tidak baik
c.       Kewajiban guru terhadap murid, yaitu:
-       Menjaga nama baik muridnya
-       Memberikan nasehat, petunjuk yang baik
-       Memberikan ilmu yang telah dimiliki
-       Menjaga muridnya dari bahaya
d.      Kewajiban murid terhadap guru, yaitu:
-       Menegur atau memberi salam bila bertemu
-       Bertekad untuk belajar yang sungguh-sungguh
-       Mengerjakan tugas yang telah diberikan
-       Memperhatikan dengan baik ketika belajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar