Minggu, 10 Mei 2020

Karma, Kematian, dan Kelahiran Kembali

Di mana Karma berada? 
_______________________

Dalam Milinda Panhà sang raja terpelajar, Milanda,  bertanya  kepada seorang Arahat terpelajar,  Yang Mulia Nàgasena, 

“Yang Mulia, anda berbicara tentang karma baik dan karma buruk. Di mana karma-karma ini berada?” 

“Baginda raja, karma-karma ini berada di
arus batin dan jasmani. Mereka tidak terlihat dan tidak bisa dipertunjukkan kepada anda, tetapi mereka ini bisa dijelaskan dengan contoh-contoh.”

“Tolong jelaskan kepada saya, Yang Mulia.” 

“Ketika pohon mangga tumbuh dari biji benih mangga, sifat  genetik untuk menghasilkan buah mangga akan diteruskan dari benih ke  pohon kecil. Sifat-sifat  ini akan menetap di pohon itu sepanjang waktu ketika pohon itu tumbuh menjadi pohon besar. Tetapi sifat-sifat  itu tidak terlihat dan tidak bisa ditunjukkan."

"Ketika pohon mangga menghasilkan buah, kita pasti berkata bahwa sifat  untuk menghasilkan buah ada di pohon itu."

"Demikian juga, meskipun karma tidak terlihat dan tidak bisa ditunjukkan, kita bisa melihat berbagai  keberadaan yang dihasilkan oleh karma. Jadi bisa dikatakan bahwa karma ada pada arus batin dan jasmani.” 

“Masuk akal, Yang Mulia.” 

Pertanyaan yang diajukan Raja Milinda muncul lagi  di abad ke  21. 

Adalah  Dr. B.R. Ambedkar, Menteri Kehakiman India pada jamannya, yang menanyakan pertanyaan yang sama kepada  Yang Mulia Ariya Dhamma  (B.A) yang tinggal di Vihara Buddha di Bombay.  

YM Ariya Dhamma adalah seorang terpelajar yang belajar di bawah asuhan Bhikkhu Kepala  Yang Mulia Ukkatha  dari Taung Dwin Gyi, Myanmar. 

Dr. Ambedkar adalah pimpinan orang-orang kasta rendah. Kurang lebih dua puluh juta orang dari kelompok kasta rendah ingin menjadi pengikut Buddha karena dalam agama Buddha tidak ada perbedaan kasta termasuk dalam hal karma dan akibat-akibatnya. Jadi Dr. Ambedkar menanyakan pertanyaan berikut ini kepada YM. Ariya Dhamma. 

“Yang Mulia, apakah ada prinsip karma dan akibatnya  di dalam agama Buddha. Di mana karma ini berada?” 

“Saya  ingin menjawab pertanyaan anda dengan beberapa pertanyaan. Berapa gelar akademis yang sudah anda terima?” 

“B.A, M.A, Ph.D, Doktor Sains dan Sarjana Hukum, semuanya  ada lima gelar, Yang Mulia.” 

“Berapa lama anda belajar sampai memperoleh gelar-gelar ini?” 

“Tiga puluh tahun, Yang Mulia.” 

“Apakah kualitas gelar-gelar ini ada dalam diri anda ?” 

“Ya, Yang Mulia.” 

“Kalau begitu tolong tunjukkan pada saya kualifikasi doktoral Sains.” 

“Saya  tidak bisa menunjukkan kualitas yang ada dalam diri saya, tapi saya  bisa menunjukkan sertifikat Doktor Sains yang saya  terima.” 

“Sertifikat hanyalah tulisan-tulisan yang dicetak di atas kertas. Apakah kualifikasi ada dalam kertas itu?” 

“Kualitas itu ada dalam diri saya, Yang Mulia.” 

“Di mana kualitas itu ada – di mulut anda atau di dada anda atau di hati anda?” 

“Saya  tidak bisa mengatakannya  di mana kualitas itu ada. Kalau Yang Mulia menanyakan tentang sains, saya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Saya  juga bisa menggunakan kualifikasi ini dalam pekerjaan saya  sehari-hari.” 

“Anda benar. Saya  percaya  bahwa kualifikasi gelar akademis yang anda terima ada dalam diri anda, tetapi anda tidak dapat menunjukkannya  kepada saya. Demikian juga karma ada dalam arus batin kita, tapi dia tidak bisa ditunjukkan kepada orang lain. Dengan mempertimbangkan berbagai akibat yang dihasilkan oleh karma kita harus mempercayai bahwa karma ada pada kita.” 

“Masuk akal, yang Mulia. Ijinkan saya  bertanya beberapa pertanyaan lagi.”

“Ketika seseorang meninggal, bagaimana karma menghasilkan kehidupan barunya? Agama Hindu menjelaskan reinkarnasi dengan sangat sederhana. Unsur kehidupan yang disebut jiva atta  pergi meninggalkan tubuh ini ketika tubuh ini mati dan memasuki tubuh yang baru, menghasilkan sebuah kehidupan baru. Sebagai contoh, seekor burung yang sedang beristirahat di pohon akan terbang ke  pohon yang lain ketika pohon yang pertama dirobohkan dan dia akan beristirahat di pohon yang kedua.” 

“Pak Menteri, Sang Buddha mengerti dengan jelas dengan Mata DewaNya dan menurut pengetahuan Sang Buddha, tidak ada jiwa yang abadi atau diri atau  jiva atta  yang benar-benar ada. Prinsip bagaimana karma mengondisikan munculnya kehidupan baru sangatlah dalam dan halus.
Pertanyaan ini tidak bisa dijelaskan sesederhana seekor burung yang terbang dari pohon yang satu ke  pohon yang lainnya. 
Kalau anda ingin mengerti, mintalah orang anda membawa cermin yang besar.” 

“Cermin sudah disediakan, Yang Mulia.” 

“Silahkan berdiri di depan cermin. Begitu anda berdiri di depan cermin, seorang laki-laki muncul di dalam cermin. Apakah orang itu anda atau orang lain?” 

“Tidak mungkin orang lain. Itu pasti saya.” 

“Tetapi anda dan orang di cermin itu berhadapan. Kalau anda adalah orang yang sama, mengapa anda bisa berhadapan?” 

“Ijinkan saya  merubah jawaban saya. Orang di cermin bukan saya, tapi gambar diri saya.” 

“Betul. Anda punya  foto? Apakah foto itu gambar diri anda juga?” 

“Ya, Yang Mulia.” 

“Letakkan foto di depan cermin. Sekarang tolong angkat tangan anda. Turunkan kembali tangan anda. Silahkan duduk. Silahkan berdiri. Sekarang orang di cermin melakukan tindakan yang sama dengan yang anda lakukan, tapi gambar diri anda, foto anda tidak melakukan apa-apa. Apakah anda akan menyangkal bahwa orang di cermin itu bukan anda? Haruskah saya  bertanya  pada orang lain?” 

“Anda tidak perlu bertanya  kepada orang lain. Orang di cermin itu adalah saya.”

“Kalau begitu, pecahkan cermin ini dengan palu.” 

Orang Dr. Ambedkar memecahkan cermin itu. 

“Sekarang begitu cermin dipecah, orang di dalam cermin hilang. Kalau anda dan orang di dalam cermin adalah sama, mengapa anda tidak hilang? Apakah anda akan mengatakan orang di dalam cermin bukan anda?” 

“Saya  tidak tahu bagaimana harus menjawab. Tolong anda jawab pertanyaan itu.” 

“Kita harus mengatakan bahwa orang di cermin itu bukan anda juga bukan bukan-anda. Tidak ada yang diteruskan dari anda ke  orang di cermin itu. Jadi kita tidak bisa mengatakan orang itu adalah anda. Tapi tanpa anda orang itu tidak akan muncul di cermin. Karena anda, orang yang sama muncul di cermin. Karena orang itu terhubung dengan anda oleh sebab dan akibat, kita juga tidak bisa mengatakan orang itu bukan anda”. 

”Demikian juga ketika seseorang meninggal dan salah satu karmanya  mengondisikan kehidupan baru menjadi manusia, tidak ada unsur batin dan materi yang diteruskan kepada kehidupan baru itu. Semua unsur batin dan materi dari kehidupan sebelumnya  padam dan berakhir di kehidupan lampau itu. Tetapi karma yang dikembangkan di kehidupan lampau itu mengondisikan munculnya kehidupan baru oleh hubungan sebab akibat seperti yang dijelaskan oleh Sang Buddha dalam  Doktrin Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan,  Paticcasamuppàda.” 

”Untuk memberikan penjelasan yang mudah, kita misalkan sebuah karma buruk berkesempatan membentuk sebuah kehidupan baru. Lalu karma itu menghasilkan kesadaran hasil, faktor-faktor batin yang berhubungan dan materi hasil karma di kehidupan yang baru. Karma itu akan terus membuahkan hasil-hasilnya  selama ia masih mempunyai energi karma yang membuat kehidupan barunya  ini tetap berlangsung."

"Kesadaran yang membuahkan hasil pertama di kehidupan yang baru ini disebut  ‘kesadaran kelahiran kembali’. Kesadaran yang membuahkan hasil yang berikutnya  adalah  ‘kelangsungan kehidupan’  yang menjaga kehidupan baru tetap berlangsung. Kesadaran yang membuahkan hasil yang terakhir adalah  ‘kesadaran kematian’ karena kehidupan yang baru akan berhenti ketika kesadaran ini padam.” 

”Karma buruk menghasilkan kesadaran yang membuahkan hasil buruk, faktor-faktor batin yang berhubungan dan materi hasil-karma yang buruk yang membentuk sebuah kehidupan baru di alam sengsara. Kalau sebuah karma baik dalam alam nafsu-indera berkesempatan membuahkan hasil di saat kematian, dia akan menghasilkan kesadaran yang membuahkan hasil baik, faktor-faktor batin yang berhubungan yang baik dan materi hasil-karma yang baik yang membentuk sebuah kehidupan baru di alam manusia atau di alam dewa. Kalau sebuah karma baik dalam alam materi-halus berkesempatan membuahkan hasil, makhluk brahmà dalam alam materi-halus akan terlahir.” 

”Jadi agama Buddha menjelaskan dengan rinci bagaimana berbagai jenis kehidupan diakibatkan oleh berbagai karma. Sebuah jiwa permanen yang kekal tidak punya  peran dalam satu kehidupan ke kehidupan yang lainnya.” 

”Begitulah, karena tidak ada unsur batin dan materi yang diteruskan dari kehidupan lampau ke kehidupan baru, kita tidak bisa mengatakan bahwa orang yang baru adalah orang yang sebelumnya. Tetapi, karena arus batin dan arus jasmani dari kehidupan lampau tetap merambat di kehidupan baru, kita juga tidak bisa mengatakan bahwa orang yang baru bukanlah orang yang sebelumnya.” 

”Bahkan di kehidupan saat ini karma yang membuahkan kelahiran di kehidupan ini memproduksi kesadaran hasil, faktor-faktor batin yang berhubungan dan materi hasil-karma secara terus menerus. Jadi unsur batin dan jasmani yang lama padam dan unsur batin dan jasmani baru terbentuk. Meskipun unsur batin dan jasmani terus berubah sepanjang waktu, kita menganggap keseluruhan kehidupan sebagai satu orang karena unsur batin dan unsur jasmani terhubung bersama dalam rantai yang tidak putus.” 

”Karena arus batin dan jasmani terus mengalir dari kehidupan lampau sampai ke  kehidupan kini, kita harus menganggap seorang baru sebagai orang lama secara kebenaran konvensional  (samutisacca).  Apakah ini jelas untuk anda?” 

“Sangat jelas dan masuk akal. Terimakasih banyak, Yang Mulia.” 

Lebih dari dua puluh juta orang-orang kasta rendah di bawah pimpinan Dr. B.R. Ambedkar menjadi penganut agama Buddha. Sangat menyenangkan mendengar kabar baik ini.

Diambil dari buku:
Kamma pencipta sesungguhnya.
~ DR. Mehm Tin Mon ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar