PELEPASAN AGUNG
Narasi:
Untuk menyambut kelahiran
cucunya, Raja Suddhodana menyelenggarakan satu pesta yang sangat mewah dan
meriah. Namun Pangeran Siddharta tampak tidak senang dan murung, tidak
menikmati pesta yang diselenggarakan untuk merayakan kelahiran anaknya. Lalu
Pangeran Siddharta dengan berhati-hati mendekati Raja Suddhodana untuk memohon
ijin mencari cara mengatasi usia tua, sakit
dan kematian.
Narasi:
Raja tetap tidak memberi ijin dan
Pangeran Siddharta masuk ke kamar istri dan anaknya serta memandangi anaknya
dengan perasaan gembira dan haru, karena tidak lama lagi beliau akan
meninggalkannya berhubung tekadnya yang sudah bulat untuk mencari cara agar
dapat mengatasi usia tua, sakit, dan kematian.
Di tengah pesta kelahiran yang
meriah itu, yang diramaikan oleh penari, penyanyi, dan pemain musik kerajaan, pangeran
Siddharta sama sekali tidak menikmati meriahnya pesta. Pikirannya terus dihantui
oleh peristiwa yang telah dilihatnya, yaitu orang tua, orang sakit, dan orang
meninggal.
Karena lelah,
akhirnya pangeran tertidur. karena
melihat pangeran tertidur, para pemain musik, penyanyi, dan penari kerajaan
memanfaatkan waktu untuk beristirahat sejenak. Dan karena mereka juga capek,
akhirnya mereka semua juga tertidur.
Pada waktu
tengah malam, pangeran terbangun dan betapa kagetnya ia ketika melihat
pemandangan di sekelilingnya. Ia melihat para penghibur itu tertidur dalam
berbagai posisi. Ada yang tengkurap, ada yang terlentang, ada yang menghigau,
ada yang ngorok, ada pula yang menetekan air liur. Merasa jijik dan muak dengan
keadaan tersebut, Pangeran merasa seolah berada di tengah-tengah kumpulan
mayat-mayat. Hal ini semakin menguatkan tekat beliau untuk meniunggalkan
istana. Akhirnya beliau memanggil kusirnya, Channa.
Pangeran Siddharta: Channa!
Channa : iya pangeran.
Pangeran Siddharta: cepat siapkan
Kanthaka. Kita akan pergi mala mini.
Channa : siap pangeran
Narasi:
Pangeran Siddharta
menuju kamar istri dan anaknya untuk melihat mereka untuk terakhir kalinya
sebelum ia meninggalkan istana untuk menjadi pertapa.
Channa : Kanthaka sudah siap
pangeran.
Pangeran Siddharta:
baiklah, mari kita berangkat.
Narasi:
Akhirnya mereka meninggalkan istana.
Seolah-olah
sudah diatur terlebih dahulu oleh para dewa, Pangeran Siddharta tidak mendapat
kesukaran waktu hendak keluar dari pintu gerbang istana dan waktu hendak keluar
dari pintu tembok kota.
Pada saat
meninggalkan Istana Pangeran Siddharta berusia 29 tahun, tepat pada bulan
Asadha.
mereka menempuh perjalanan dari tengah malam hingga pagi, melewati beberapa Negara; dari melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya dan Malla dan kemudian dengan satu kali loncatan menyeberangi sungai Anoma. Sampai ditepi sungai Anoma pangeran turun dari kuda, melepas pakaian dan perhiasannya dan diberikan kepada Channa, mencukur rambut dengan pedang dan melemparkannya ke udara (di sambut oleh Dewa Sakka dan membawanya ke surga Tusita untuk dipuja di Culamani Cetiya). Rambut yang tersisa sepanjang dua Anguli (dua inci) sepanjang hidupnya dan tidak tumbuh-tumbuh lagi.
mereka menempuh perjalanan dari tengah malam hingga pagi, melewati beberapa Negara; dari melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya dan Malla dan kemudian dengan satu kali loncatan menyeberangi sungai Anoma. Sampai ditepi sungai Anoma pangeran turun dari kuda, melepas pakaian dan perhiasannya dan diberikan kepada Channa, mencukur rambut dengan pedang dan melemparkannya ke udara (di sambut oleh Dewa Sakka dan membawanya ke surga Tusita untuk dipuja di Culamani Cetiya). Rambut yang tersisa sepanjang dua Anguli (dua inci) sepanjang hidupnya dan tidak tumbuh-tumbuh lagi.
Pangeran Siddharta:
|
Channa, sekarang bawalah Kanthaka
beserta pakaian kerajaanku ini. Kembalilah ke istana dan katakan pada ayah
dan semua penghuni tentang kepergianku ini.
|
Channa :
|
Pangeran, saya akan ikut
menjadi pertapa bersama pangeran.
|
Pangeran Siddharta:
|
Jangan, Chana. Kamu harus
kembali. Sampaikan salamku pada semua penghuni kerajaan. Katakan bahwa aku
baik-baik saja dan mereka tidak perlu bersedih atas kepergianku.
|
Akhirnya dengan
sedih, Channa dan Kanthaka kembali ke istana. Dan karena sedih, Kanthaka tidak
mau makan dan akhirnya beberapa hari kemudian Kanthaka mati dalam kesedihannya
yang mendalam karena ditinggal majikkannya, sang Pangeran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar