Rabu, 24 Juli 2013

Pelepasan Agung Pangeran Siddharta (Narasi dan Dialog Drama)



PELEPASAN AGUNG

Narasi:
Untuk menyambut kelahiran cucunya, Raja Suddhodana menyelenggarakan satu pesta yang sangat mewah dan meriah. Namun Pangeran Siddharta tampak tidak senang dan murung, tidak menikmati pesta yang diselenggarakan untuk merayakan kelahiran anaknya. Lalu Pangeran Siddharta dengan berhati-hati mendekati Raja Suddhodana untuk memohon ijin mencari  cara mengatasi usia tua, sakit dan kematian.
P Siddharta       :
Ayah, ijinkanlah saya untuk mencari cara agar dapat mengatasi usia tua, sakit, dan kematian yang menimpa semua makhluk di dunia ini.
R. Suddhodana:

(terkejut) Apa yang kamu katakan, anakku? Kamu adalah satu-satunya anakku dan kamu juga satu-satunya pewaris tahta kerajaan, yang nantinya akan menggantikanku sebagai raja!

P Siddharta       :
Tapi ayah, keinginanku sudah bulat. Mohon ijinkan saya pergi.
R. Suddhodana:

Tidak!
P Siddharta       :
Jika ayah tidak mengijinkan saya pergi dan menginginkan saya tetap tinggal di Istana,  mohon berilah 8 anugerah kepadaku, ayah.
R. Suddhodana:
(dengan tenang). Anakku, jangankan delapan. Seratus atau bahkan seribu permohonan pun akan aku kabulkan. Lebih baik aku turun tahta dari pada aku tidak mengabulkan permohonanmu. Sebutkan saja, apa saja itu?
P Siddharta       :
Kalau begitu ayah, tolong berikan saya anugerah:
1.   Anugerah supaya tidak menjadi tua
2.      Anugerah supaya tidak sakit
3.      Anugerah supaya tidak mati
4.      Anugerah supaya ayah tetap bersamaku
5.      Anugerah supaya semua wanita yang ada di istana bersama kerabat lain tetap hidup
6.      Anugerah supaya kerajaan ini tidak berubah dan tetap seperti sekarang
7.      Anugerah supaya mereka yang pernah hadir pada pesta kelahiranku dapat memadamkan semua nafsu     keinginannya
8.      Anugerah supaya aku dapat mengakhiri kelahiran, usia tua dan mati.

R. Suddhodana:
(sangat terkejut). Apa maksudmu?!
Jika yang kau minta adalah harta, tahta, ataupun kekuasaan; aku pasti berikan. Tapi delapan hal yang kamu sebutkan itu, sama sekali di luar kemampuanku, anakku.

Narasi:
Raja tetap tidak memberi ijin dan Pangeran Siddharta masuk ke kamar istri dan anaknya serta memandangi anaknya dengan perasaan gembira dan haru, karena tidak lama lagi beliau akan meninggalkannya berhubung tekadnya yang sudah bulat untuk mencari cara agar dapat mengatasi usia tua, sakit, dan kematian.
Di tengah pesta kelahiran yang meriah itu, yang diramaikan oleh penari, penyanyi, dan pemain musik kerajaan, pangeran Siddharta sama sekali tidak menikmati meriahnya pesta. Pikirannya terus dihantui oleh peristiwa yang telah dilihatnya, yaitu orang tua, orang sakit, dan orang meninggal.
Karena lelah, akhirnya pangeran tertidur.  karena melihat pangeran tertidur, para pemain musik, penyanyi, dan penari kerajaan memanfaatkan waktu untuk beristirahat sejenak. Dan karena mereka juga capek, akhirnya mereka semua juga tertidur.
Pada waktu tengah malam, pangeran terbangun dan betapa kagetnya ia ketika melihat pemandangan di sekelilingnya. Ia melihat para penghibur itu tertidur dalam berbagai posisi. Ada yang tengkurap, ada yang terlentang, ada yang menghigau, ada yang ngorok, ada pula yang menetekan air liur. Merasa jijik dan muak dengan keadaan tersebut, Pangeran merasa seolah berada di tengah-tengah kumpulan mayat-mayat. Hal ini semakin menguatkan tekat beliau untuk meniunggalkan istana. Akhirnya beliau memanggil kusirnya, Channa.
Pangeran Siddharta: Channa!
Channa                          : iya pangeran.
Pangeran Siddharta: cepat siapkan Kanthaka. Kita akan pergi mala mini.
Channa                          : siap pangeran
Narasi:
Pangeran Siddharta menuju kamar istri dan anaknya untuk melihat mereka untuk terakhir kalinya sebelum ia meninggalkan istana untuk menjadi pertapa.
Channa                          : Kanthaka sudah siap pangeran.
Pangeran Siddharta: baiklah, mari kita berangkat.

Narasi:
Akhirnya mereka meninggalkan istana.
Seolah-olah sudah diatur terlebih dahulu oleh para dewa, Pangeran Siddharta tidak mendapat kesukaran waktu hendak keluar dari pintu gerbang istana dan waktu hendak keluar dari pintu tembok kota.
Pada saat meninggalkan Istana Pangeran Siddharta berusia 29 tahun, tepat pada bulan Asadha.
mereka menempuh perjalanan dari tengah malam hingga pagi, melewati beberapa Negara; dari melintasi perbatasan negara Sakya, Koliya dan Malla dan kemudian dengan satu kali loncatan menyeberangi sungai Anoma. Sampai ditepi sungai Anoma pangeran turun dari kuda, melepas pakaian dan perhiasannya dan diberikan kepada Channa, mencukur rambut dengan pedang dan melemparkannya ke udara (di sambut oleh Dewa Sakka dan membawanya ke surga Tusita untuk dipuja di Culamani Cetiya). Rambut yang tersisa sepanjang dua Anguli (dua inci) sepanjang hidupnya dan tidak tumbuh-tumbuh lagi.
Pangeran Siddharta:
Channa, sekarang bawalah Kanthaka beserta pakaian kerajaanku ini. Kembalilah ke istana dan katakan pada ayah dan semua penghuni tentang kepergianku ini.
Channa                      :
Pangeran, saya akan ikut menjadi pertapa bersama pangeran.
Pangeran Siddharta:
Jangan, Chana. Kamu harus kembali. Sampaikan salamku pada semua penghuni kerajaan. Katakan bahwa aku baik-baik saja dan mereka tidak perlu bersedih atas kepergianku.


Akhirnya dengan sedih, Channa dan Kanthaka kembali ke istana. Dan karena sedih, Kanthaka tidak mau makan dan akhirnya beberapa hari kemudian Kanthaka mati dalam kesedihannya yang mendalam karena ditinggal majikkannya, sang Pangeran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar